TENTANG SEBUAH MASA YANG BERJALAN MAJU BERSAMA WAKTU

7:39 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

WRITTEN BY : NILUH AYU MUTIARA ARIYANTI
20 DESEMBER 2013

Masa lalu adalah milik kita? Ya, tentu saja. Karena di masa itu, di masa yang kita sebut sebagai masa lalu, kamu dan aku memang bersama. Tetapi sayangnya masa yang sempat mempertemukan dan memberi kesempatan bagi kita untuk dilalui berdua, ternyata tidak hanya tinggal diam. Waktu terus bergerak, seperti layaknya kita yang terus tumbuh dan tidak lagi belia. Bahkan saat ini untuk sekedar bertemu dan bertegur sapa saja rasanya sulit sekali. Seiring berputarnya jarum jam, dengan pergantian siang dan malam, dan angka-angka dikalender yang mulai terlewati, dengan menjadikan yang sudah berlalu adalah masa lalu seperti yang seharusnya, apakah watak dan perasaan seseorang langsung bisa berubah? Bagiku ini terlalu mudah untuk diubah, tetapi sangat susah untuk bisa diterima begitu saja.
Katanya kita tidak boleh mudah menyerah. Katanya kita harus selalu kuat melawan jarak. Katanya ini, katanya itu, terlalu banyak quotes yang juga ‘katanya’ bijak. Semua sekarang seperti sampah! Seperti tulisan yang hanya dibaca saat sesuai dengan isi hati saat itu, tetapi lantas dirobek, dicabik-cabik, diremas, dan dibuang saat tidak lagi mampu menggambarkan apa yang dirasa saat ini.
Setelah jauh, apakah semua pantas untuk dilupakan? Mungkin saja masih ada sedikit ruang di dalam otak dan hatimu yang menyimpan sedikit dari kenangan kita dulu. Tetapi sayangnya aku tidak tau kebenarannya. Sedih. Masih ada berjuta orang diluar sana yang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenal dirimu, untuk berbagi cerita dan keluh kesah hidupnya, untuk sekedar bercanda dan tertawa, untuk menghabiskan waktu bersama denganmu. Akan ada sangat banyak orang yang bisa berada dekat denganmu dan mengambil bagian dari hatimu yang seharusnya menjadi milikku, bukan dia. tetapi apakah ada ruang bagi seseorang saja untuk benar-benar kau beri kesempatan seperti yang pernah kamu lakukan terhadapku? Jika ada, maka aku akan sangat cemburu!
Tetapi mau diapa. Nasi sudah menjadi bubur. Katanya, tidak baik menengok lagi kebelakang dan menyesali yang sudah terjadi. Katanya, hidup tidak akan terus berjalan, mimpi tak akan mungkin tergapai, hidup tak mungkin menjadi lebih cerah, jika yang kita lakukan hanya melihat hal-hal yang seharusnya sudah kita tinggalkan dan sudah kita tutup dalam buku yang tertuliskan “masa lalu”. Life’s never stop. What you have to do is just moving on, step forward, and go ahead.
Tetapi bagaimana jika anganmu tentang masa depan ternyata justru yang sekarang harus menjadi masa lalumu? Yang justru harus kamu kubur dalam-dalam, tanpa menengok, tanpa boleh kembali lagi kebelakang? Bisakah aku maju ke depan jika tujuanku selalu mengarah pada hal-hal yang sudah seharusnya aku tinggalkan? Quote apa lagi yang bisa memberikan kata-kata yang katanya bijak untuk situasi yang sedang aku hadapi saat ini?
Hati memang bisa kembali mengharapkan hal yang sudah terjadi di masa yang lalu, tetapi tidak demikian halnya dengan waktu. Waktu terus berputar, seperti seharusnya dia bekerja, selayaknya yang dikrodratkan oleh Yang Maha Pencipta.
Ada orang yang terus berusaha mengejar hal yang diinginkan, ada yang menunggu impian untuk menjemput dirinya, ada pula yang hanya diam dan menyimpan tanpa memberi tahukan siapapun lalu membiarkannya berlalu seperti hilang ditelan cakrawala. Dan aku ingin menjadi orang yang terakhir, yang hanya menyimpan cerita tentang kita, tanpa tau apa yang harus dilakukan, menyerahkan cerita selanjutnya pada waktu. Karena waktu bisa merubah apapun, bahkan untuk sebuah perasaan yang pernah tercipta.
Masa lalu memang milik kita, yang harus ditinggalkan di masa sekarang. Namun bagaimana kisah kita di masa depan, tak ada seorangpun yang tau, kecuali Tuhan. Karena dalam perjalanan kita melanjutkan hidup, waktu selalu bisa merubah sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.

0 comments:

EVERYTHING JUST CHANGED

7:35 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments


Written By : Niluh Ayu Mutiara Ariyanti (November 5th 2013. 19:25)

Malam ini entah mengapa rasanya sungguh berbeda. Padahal aku masih menghirup atmosfer yang sama. Aku masih ditemani dengan gadget kecilku yang selalu setia. Setia dalam menyampaikan rasa rinduku padamu, setia memberikan kabar tentang kamu, setia menyalurkan suaramu yang ditransfer dalam bentuk impuls saraf yang bukan hanya ke otak tetapi juga hatiku. Tetapi entah mengapa, tetap saja semua terasa berbeda.
Bukan hanya malam ini saja. Entah ini untuk keberapa kalinya. Kupu-kupu nakal yang seharusnya beterbangan mengerumuni perutku rasa nya sudah hilang. Bunga-bunga yang bermekaran di hati sepertinya telah layu. Senyum-senyum jahil yang diam-diam tergores dibibir kini musnah sudah. Padahal masih sama, aku masih smsan dengan orang yang sama. Mengapa rasanya berbeda? Everything just changed. Kemana perasaan yang selama ini aku rasa? Kenapa semua lenyap tak bersisa?
Chemistry itu kini tak lagi berpihak pada kita. Lalu kemana perginya? Aku juga tak merasakan chemistry itu ada pada orang lain. Namun parahnya tak juga aku rasakan ada pada dirimu, yang seharusnya menjadi alasan utama. Kini rasanya kamu bukan lagi kamu. Oke, memang sosokmu masih sama. Kamu juga masih disana. Tetapi selain raga yang tak mampu aku sentuh, aku merasa sangat jauh darimu. Sangat jauh hingga seperti tak lagi mengenal kamu yang sekarang.
Semua sms kini hampa. Tak ada tawa, tak ada canda, yang ada hanya pertengkaran tak berguna. Setiap hari, setiap waktu, hal-hal kecil yang sangat bodoh mampu membuat kita bertengkar. Padahal dulu tak seperti ini. Mereka sama sekali tak punya daya untuk menjadi alasan dalam memisahkan hati kita. Kamupun merasa demikian, bukan? Baiklah, Aku tak memungkiri praduga bahwa saat ini kita sama-sama berada pada suatu titik ekstrim. Titik yang sangat berbahaya karena bisa memberhentikan kita. Tentu kamu tau apa maksudnya. Kita sedang berada pada titik ‘jenuh’.
Katanya semua penyakit ada obatnya. Aku juga menggolongkan ini kedalam jenis penyakit, penyakit hati. Lalu bagaimana dengan ini? Penyakit yang sedang menginveksi dan mewabah pada hati ini? Bagaimana jika tak ada yang mampu menyembuhkan? Apa jalan keluarnya? Apakah kita sama-sama harus meminum ‘racun’ untuk menghentikan semua? Apakah break up menjadi satu-satunya jalan keluar?
Kita sudah membangun semua ini dalam waktu yang tidak sebentar. Dengan pengorbanan yang sangat jauh dari kata sedikit. Dengan menelantarkan jarak yang tidak dekat. Namun dengan segala hal yang telah kita lewati itu, bukankah sangat sayang jika semuanya kini harus berhenti sampai disini? Tetapi apa daya jika ketidakcocokan telah menyelimuti?
Terkadang aku berpikir, mengapa ketidakcocokan ini datangnya baru sekarang? Kenapa? Kenapa dia hadir ketika sudah terlalu banyak kenangan yang diciptakan, ketika sudah terlalu besar pintu hati yang dibuka. Rasanya sungguh tak adil bukan? Ah, tunggu dulu. Memang apalah artinya sebuah keadilan lagi sekarang? Bukankah sudah terlalu banyak ketidakadilan yang menjamur di sekitar kita? Jadi cukup pantaslah jika dikatakan itu hal yang lumrah.

Lalu bagaimana dengan segala angan yang telah kita rajut berdua? Aku tau, tak ada salahnya berangan, menggantungkan harapan dan cita-cita. Tidak apa-apa berimpian jauh kedepan. Bermimpi membangun hidup di masa yang akan datang. Tetapi tak ada guna jika segalanya ternyata hanya menantang keinginan Tuhan. Jika demikian halnya, pada akhirnya kita hanya bisa berserah sebagai hamba yang hanya mampu menyerah jika Tuhan berkata ‘tidak’ atau mungkin ‘belum saatnya’. At last, Nothing we can do.
Entahlah. Kali ini aku seperti pion-pion pada papan catur. Sebenarnya tak ingin bergerak, tetapi tak mungkin permainannya selesai tanpa bertindak. Walaupun langkah maju atau mundur tetap ada konsekuensinya, but remember that life goes on. Kita tetap harus move on dan melangkah kedepan, karena waktu tidak mungkin sudi menunggu kita yang hanya diam dan berharap dia mau berhenti hanya untuk sebuah ego. Dan apapun yang terjadi dikemudian hari, entah itu seperti yang diharapkan atau justru berkebalikan, aku yakin Tuhan sudah mentakdirkan ini semua sebagai hal terbaik bagi kita yang memang harus terjadi.

0 comments:

SEHARUSNYA TUHANKU, BUKAN KAMU!

12:42 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 11 Comments



SEHARUSNYA TUHANKU, BUKAN KAMU!
Written By : Niluh Ayu Mutiara Ariyanti

Jemari tangan Aisyah masih menari diatas tuts-tuts piano tua itu. Menebarkan jutaan nada yang berdenting halus memukau jiwa. Dia masih asyik memanjakan hasratnya, terbelenggu dalam lantunan melody yang terangkai merdu. Dia masih sibuk disana, menghabiskan waktu untuk bermain alat musik kegemarannya.
Nampaknya lantunan melody piano berhasil memenangkan pendengarannya. Aisyah kini tak menyadari handphone nya telah ribut berkicau cukup lama. Setelah cukup puas bermain, Aisyah lalu memilih untuk menyudahi konser kecilnya. Betapa lelah otot-otot serta jemari mungil itu. Sambil berelaksasi, dia memalingkan wajah dan seketika menyadari bahwa dirinya baru saja mendapatkan mini heart attack.
Dengan segera dia beranjak dari kursi kecil itu. Diraihnya sebuah handphone yang sedari tadi terkapar dan teracuhkan di atas sofa. Dengan hati penuh kecemasan, Aisyah membuka gadget mungilnya dan mendapati beberapa unread messages serta missed calls dari Nanda sang kekasih. Kini perasaannya semakin tak tenang.
Benar saja, semua pesan yang dibaca dengan perasaan was-was dan takut itu kini menjelaskan secara terang benderang.  Seperti biasanya, Nanda mulai berkicau panjang lebar, marah-marah dan banyak meletakkan tanda seru disetiap kalimat yang dituliskannya.
Ya, Aisyah tak begitu terkejut mendapati dirinya dibantai habis-habisan dengan kalimat yang tidak enak. Dia tau betul sifat pacarnya itu, yang selalu marah-marah jika smsya lambat dibalas, telponnya tak kunjung diangkat, mention twitter tenggelam, atau jika Aisyah sedang sibuk melakukan sesuatu sehingga dianggap tidak perhatian dan melupakannya. Memang ini terlihat sangat complicated, tetapi gadis ini masih bersabar. Telapak tangannya lalu diusapkan lembut didada. Dia tidak mau ikut-ikutan tersulut emosi. Ya, setidaknya hanya untuk mendinginkan suasana kala itu. Tidak ada guna berkelahi, pikirnya.
***
Jalan raya itu kini semakin ramai. Berisikan insan yang hendak kembali ke rumah setelah lelah beraktivitas seharian. Tergambar jelas pergulatan antara mobil dan motor kala itu. Saling bersaing menebarkan polusi udara dimana-mana.
Nanda mulai mengerutkan dahinya. Berulang kali menerobos pandang ke arah luar dari balik kaca jendela sebuah café. Dia memang sengaja memilih tempat di pojokan, tepat menghadap kaca jendela berukuran sekitar 3x2 meter yang berornamen kupu-kupu. Satu-satunya alasan yaitu karena tempat itu dirasa sangat strategis untuk segera menangkap bayangan orang yang ditunggunya jika telah tiba nanti. Berulang kali Nanda mengganti posisi duduk sembari meremas-remas jemarinya dengan gelisah. Memang hal menyebalkan apalagi yang sedang dilakukannya selain menunggu Aisyah?
Tak berapa lama kemudian sang gadis yang ditunggupun akhirnya datang. Tersirat jelas raut wajah Aisyah yang gelisah, jauh lebih gelisah daripada sosok dihadapannya itu. Dia tau pasti Nanda akan marah dan ngomel-ngomel lagi.
“Kenapa lama sekali sih!” Nanda memulai pembicaraan dengan nada ketus. Tentu saja itu bukan cara memulai pembicaraan yang baik, apalagi kepada seorang wanita.
“A-aku baru pulang kuliah” Dengan gugup Aisyah lalu mengambil tempat tepat didepannya.
“Bukannya kamu sudah keluar dari setengah jam yang lalu? Naik taksi kesini butuh waktu selama itu ya?” Nanda berbicara seolah menyudutkan posisi gadis yang sedang duduk tepat dihadapannya.
“Ya kamu sabar dong. Kan aku pulang juga gak langsung buru-buru naik taksi” Aisyah berusaha menjelaskan dengan tenang.
“Iya, kan masih asyik cerita dengan teman-teman cowok kamu hahaha” Nanda mulai menyindir lagi. “Tega banget ya, sudah tau kita udah janjian ketemu, eh kamu malah sengaja biarin aku nunggu lama”
“Ya ampun Nanda, bukan begitu. Ah mau dijelasin kayak apa juga pasti kamu tetap bakal marah dan gak percaya kan. Ya udah maaf” Gadis itu tertunduk, mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Dia sungguh kecewa dengan sikap pacarnya barusan.
Aisyah kini menjadi serba salah. Dia kebingungan merangkai kata untuk menjelaskan semuanya. Karena dia tau apapun dan bagaimanapun penjelasan yang diberikan, ujung-ujungnya dia tetap akan menjadi kambing hitam yang selalu terpojokkan dan tidak memiliki hak untuk membela diri. Mengapa semua menjadi serumit ini?
“Ya udahlah kita lupain aja masalah itu. Yang penting sekarang kamu sudah datang” Seperti ada sedikit cahaya di mata Aisyah ketika mendengarnya. Akhirnya Nanda sudah tidak mempermasalahkan hal tadi lagi. Gadis bermata cokelat itu kini bisa sedikit bernapas lega.
“sekarang ini aku mau certain ke kamu tentang temen kerja aku di kantor. Dia itu sangat menyebalkan!” Nanda seperti robot yang sudah di setting untuk selalu marah. Baru saja satu masalah terselesaikan kini ada saja masalah baru yang muncul. Aisyah tau hal apa yang harus dilakukannya sehabis ini. Seperti biasa dia hanya harus ‘mematung’. Ya, layaknya boneka yang hanya disuruh diam mendengarkan keluh kesah si pemilik tanpa berucap apapun. Seperti mainan pelampiasan emosi.
Tentu saja mood Aisyah jadi berubah total. Dia capek-capke pulang kuliah hanya untuk mendengarkan cerita gak penting cowok itu? Aisyah tertunduk lagi, matanya sayu. Sabar Aisyah, sabar saja dulu. Batin Aisyah menjerit-jerit. Nanda ternyata cukup peka dalam melihat perubahan mimik wajah kekasihnya. Tetapi bukan hanya itu, perhatiannya kini lebih tertuju pada kedua kelopak mata Aisyah.
“Hey tunggu dulu, apa itu di mata kamu?” Nanda mulai memicingkan kedua bola matanya.
“Apa? Oh ini eye liner. Memangnya kenapa?”
“Kamu kok tumben pakai kayak gituan? Aku gak suka, gak natural! Gak usah ikut-ikutan teman-teman kamu yang dandanannya menor! Jangan-jangan kamu mau memikat hati cowok lain!” Nanda melipat kedua tangannya, melotot hingga kedua bola mata nya hampir melompat keluar beserta saraf-saraf yang timbul di dahinya. Wajahnya nampak sangat merah seperti tomat yang sudah matang.
“Ya Ampun, apa-apaan sih kamu ini. Aku pakai ginian aja kamu sampai mikirnya negative kayak gitu? Kamu tega sekali ngomong seperti itu. Kamu gak pernah mikir perasaanku Nanda!” Seketika Aisyah shock. Seperti ada papan kayu besar yang menumbuk dadanya. Lagi-lagi dia salah, selalu salah.
“Sudahlah Nanda. Jika kita lanjutkan perbincangan ini, akan ada ratusan lagi topik perkelahian baru yang kita mulai. Lebih baik aku pulang saja sekarang”
Aisyah langsung berpaling tanpa menunggu jawaban dari lelaki yang nampak geram dibelakangnya. Dia memilih untuk tidak menggubris setiap pandangan mata orang-orang sekitar yang melihat ke arah mereka berdua. Apalagi menggubris cerocosan penuh amarah sang kekasih. Sungguh tak penting lagi. Saat itu pikirannya hanya satu, pulang.
***
Aisyah kini mendapati dirinya sedang duduk di kursi belakang sebuah angkot tua yang penuh sesak. Irama lagu rock anak muda jaman sekarang sedang ramai bersenandung memekan telinga. Namun jauh didalam sana, di hati Aisyah, dia sedang kesepian. Pikirannya campur aduk. Dia masih tidak habis pikir dengan sikap orang yang disebutnya sebagai kekasih itu. Yang seharusnya mendukungnya dalam berbagai hal, termaksud kuliah. Tetapi kenyataannya tidak. Dia kini menjadi lebih risau ketika teringat akan ujian blok yang harus dihadapinya besok. Namun karena pertemuan tak berarti tadi, waktu belajar dan pikirannya harus tersita. Otaknya kini sudah lelah. Batinnya terselimuti oleh gundah.
Sore itu awan mulai bergeser merebut posisi matahari. Menutupi bola api raksasa sehingga menaburkan eksotika warna jingga di langit. Ah, efek tyndal memang selalu cantik. Tergambar jelas lukisan Tuhan yang mampu mempesona setiap pasang bola mata. Subhanallah, Sunggu indah ciptaanMu ya Rabb, Tuhan semesta alam.
Terdengar pelan suara langkah kaki Aisyah yang menginjak kerikil-kerikil kecil sepanjang menelusuri sebuah jalan setapak menuju tempat untuk pulang, rumah. Dia sedang galau. Seperti sesuatu yang teramat berat sedang ditopang batinnya. Beribu kali segala pikiran-pikiran buruk coba dihempaskan, tetapi nyatanya tak bisa. Segala hal buruk yang terjadi telah sukses menggerogoti semua memorinya hingga habis sudah segala yang baik di sana.
Dia menjadi lebih sakit hati ketika mengingat saat dirinya dituduh selingkuh dengan teman sekelasnya hanya karena terpaksa menerima ajakan temannya untuk diantar pulang. Menerima tawaran itu bukan tanpa alasan. Saat itu semua tugas kelompok baru saja terselesaikan di saat hari telah cukup larut dan akan bahaya jika dia naik taksi sendiri malam-malam. Sekalian juga rumah mereka searah. Tetapi Nanda dengan segala keegoisannya tetap tak mau mengerti. Selalu saja begini.
Aisyah lalu tersadar dari lamunan masa lalu itu. Dia secara refleks menggoreskan lekukan tipis di pipi yang disebut senyum. Senyuman itu palsu, tercurah dari dalam hati yang lebam dan membiru. Ini untuk kesekian kali dia pulang dari bertemu kekasih dalam keadaan berkelahi.
***
Baru saja dia sampai di depan rumah dan hendak memegang daun pintu yang berlapis logam alumunium, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara adzan dari arah barat. Seketika cairan hangat berwarna bening di pelupuk matanya tumpah, tak mampu terbendung. Tidak, kali ini Aisyah tak kuat lagi.
“Ya Allah, aku lelah dengan semua ini. Aku ingin pulang. Aku ingin kembali kepadaMu. Aku telah pergi terlalu jauh, semakin jauh dariMu” dia kini menjerit dalam hati yang merana. Namun hanya isak tangis yang mampu terdengar pelan karena berusaha ditahan.
Sejujur tubuhnya terasa lemas. Kepalanya pusing, telapak tangannya terasa dingin. Dia lalu mengambil beberapa langkah gontai menuju kamar mandi.
Gemericik air mulai terdengar. Air wudhu itu kini mengalir membasahi tubuh Aisyah. Kening yang lama tak mencium sajadah kini mulai sujud menyembah Allah. Di saat seperti ini tubuhnya terasa kaku. Dirinya terasa bagaikan debu.
Ya Tuhanku, aku bukan siapa-siapa di mataMu. Bisikan itu terdengar jauh dari dalam hatinya. Ya, suara hati yang sekian lama tak pernah berucap. Dia kini bercerita, mengadu, berkeluh kesah kepada Tuhan-nya, Allah. Sajadah itu kini mulai basah karena air mata Aisyah yang tumpah. Dia kini terisak, menangis, tersedu-sedu.
Segala memori silam seperti terputar kembali. Flashback tentang semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Dia kembali teringat di masa saat Nanda belum membubuhkan benih-benih yang disebut cinta. Dia teringat saat dirinya bebas bergaul dengan siapa saja. Dia teringat saat warna merah muda dan film Barbie menjadi kesukaannya. Walaupun itu terlalu kekanak-kanakan. Bukan seperti dirinya saat ini yang ‘terpaksa’ menyukai warna biru dan segala jenis film action yang menurutnya sama sekali tak ada bagus-bagusnya. Dia juga teringat saat IPK di atas 3 selalu menjadi nilai akhir di setiap semesternya. Tetapi sekarang? Nilainya sungguh merosot tajam. Semua hal baik dimasa lalu harus dibiarkan padam hanya demi sesosok lelaki tampan.
Aisyah kini menangis sejadi-jadinya ketika mengingat semua hal buruk yang menimpa hidupnya. Jadi ini salah siapa? Dia kini menyadari bahwa kehadiran Nanda hanya akan memperburuk keadaan, hanya akan menghambat masa depan. Bahkan dialah tersangka dari semua ini. Aisyah menyadari ini tak sebanding. Antara apa yang dia berikan dan yang justru dia dapatkan.
Tiba-tiba suara hatinya terdengar. Berontak, menjerit dalam diam. “Aku harus berubah! Aku harus kembali seperti Aisyah yang dulu” dan saat itu, di satu waktu, Allah masih setia mendengarkannya mengadu.
“Apa yang pantas aku pertahankan dari pacar posesif kayak gitu? Aku merasa bodoh sekali selama ini. Mau dijadikan manekin yang harus selalu patuh dengan segala perintah. Padahal dia sama sekali tidak menyumbangkan hal baik dalam hidupku. Hanya cinta semu yang justru menghanyutkan. Hanya menggantungkan asa yang kini remuk tak berbentuk”
Aisyah seperti sedang menasehati diri sendiri. Menyadari apa yang selama ini dilakukannya salah. Menyadari bahwa cinta bukan semata mengikuti kemauan si dia. bukan juga menjadi orang lain dan rela kehilangan jati diri.
“Aku harus berubah. Layaknya sebuah ulat yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Kenangan-kenangan masa indahku yang sempat terkubur harus aku gali kembali. Jati diri yang sempat hilang harus aku raih lagi. Masa lalu yang kelam bersama lelaki itu harus segera aku tinggalkan. Karena cinta seharusnya saling mendukung, bukan semata mengikuti kemauan salah satu pihak dan mengekang yang lainnya. Sama sekali bukan simbiosis parasitisme melainkan mutualisme” seperti mendapat semangat baru. Kini Aisyah tau bahwa dirinya yang dulu telah kembali, bahkan bermetamorfosis menjadi pribadi yang lebih kuat dan tegar untuk memperbaiki diri dan belajar dari masa lalu yang kelabu.
***
Ketika kamu merasa tak ada seorangpun yang mau mendengarkanmu
Sesungguhnya Allah adalah tempat terbaik untuk mengadu
Ketika kamu merasa tak ada lagi tempat untuk pulang
Sesungguhnya Allah akan selalu senang menerima dirimu untuk kembali datang
Ketika kamu merasa masalah sangat menyiksa
Sesungguhnya Allah akan selalu menjamah setiap doa hambaNya
Bagi mereka yang mau menengadahkan tangan, mengikhlaskan jiwa, untuk mendekatkan diri pada sang Pencipta.

Kedua telapak tangan Aisyah yang sedari tadi menengadah ke langit tuk  memohon kepada sang Khaliq, mulai diusapkan ke wajah sambil berkata ‘amin’.
Dia tau, kini pemikirannya telah kembali jernih. Perempuan itu lalu tersenyum bahagia dan berterima kasih kepada Tuhan-nya, Allah SWT, sang maha penyayang atas segalanya. Dia sekarang merasa jauh lebih tenang.
Seharusnya pinta Tuhanmu-lah yang selalu kamu turuti. Bukan malah kekasih duniawi yang diijinkanNya untuk mengisi hidupmu saat ini. Ingatlah ungkapan klise yang mengatakan ‘Pacarmu belum tentu Jodohmu’
***

11 comments:

Tentang Sebuah RINDU

11:44 AM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

Tentang Sebuah RINDU
Written by : Niluh Ayu Mutiara Ariyanti
13 oktober 2013. 19:53

              Kini rindu mulai berontak lagi. Aku tau, tak ada cara menghentikan selain dengan menuruti kemaunannya. Tetapi bagaimana? Apa kau kira pinta egois rindu mudah saja di-iya-kan? Bagaimana jika dia merengek-rengek minta sebuah ‘pertemuan’? padahal ratusan kilometer bukan hitungan yang sedikit untuk ditembus begitu saja. Apa kau pikir memenuhi permintaan rindu semudah menerobos hujan? Apa kau kira aku juga tak menginginkan seperti yang diinginkannya?
            Aku juga seperti dia. aku juga seperti rindu yang sedang merasakan perihnya me-rindu. Aku juga ingin bertemu, beradu pandang, berbicara tanpa dipisahkan oleh apapun! Bukan hanya kau, rindu! Bukan hanya dirimu! Aku juga, ya aku juga demikian halnya. Bukan hanya kamu yang menantikan sebuah pertemuan yang hanya terjadi setahun sekali.
            Jangan salahkan siapa-siapa. Apalagi salahkan aku yang tak bisa menurutimu. Jangan menangis! Jangan merengek-rengek lagi padaku! Aku tau bagaimana rasanya menjadi dirimu, rindu. Aku tau bagaimana rasanya ingin bertemu tapi tak mampu. Aku tau rasanya nyesek saat perbincangan hanya ada tanpa melalui lirikan mata. Aku tau saat keinginan bertemu sedang menggebu-gebu. Tetapi tak ada yang dapat dilakukan selain ‘menunggu’.
            Cukup. Jangan kau hasut aku lagi. Hentikan segala rayuanmu itu. Aku tak bisa selalu menurutimu, rindu. Maafkan aku. Belajarlah bersabar sedikit. Walaupun aku paham ini sulit. Walaupun sebenarnya ini sakit.
            Kini rindu-ku sedang beradu. Antara keegoisan perasaan dengan kedewasaan. Aku berharap diakhir perselisihan mereka, kedewasaan mampu memenangkan pergulatan.

0 comments: