Melody Kematian Sang Piano Senja

7:50 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

      Semua berawal dari pelajaran Bahasa Indonesia di mana kami di suruh untuk membuat sebuah cerpen. Ini adalah salah satu hobi gue karena gue suka banget mengarang. pertama emang pengen buat cerpen karena emang itu yang di suruh, eh alhasil kenapa cerita nya jadi panjang banget kayak gini ya? :O jadi berubah haluan malah minat nya pergi ke pengen buat novel. so jadilah novel pertama gue berjudul "Melody Kematian Sang Piano Senja". um panjang banget kalau mesti di posting di blog. total bab yang ada yaitu 9 Bab. judul dari masing-masing bab yaitu :
Bab 1. Mawar Berdarah
Bab 2. Matahari Tak Pernah Berpihak
Bab 3. Selotip Anyir Merah
Bab 4. Pelajaran Dari Jalanan
Bab 5. Kelamku Hilang
Bab 6. Matahariku Meredup
Bab 7.Kisah Di Balik Bulan Purnama
Bab 8.Piano Putih Pucat
Bab 9. Malam Berdarah

Dari sekilas membaca judul dari setiap bab pasti reader udah punya bayangan gimana cerita karanganku itu kan? walau sedikit nebak-nebak pasti udah punya gambaran nya kan? oh iya, gue share cerita openingnya aja deh. ini dia :


Melody Kematian Sang Piano Senja
“Ketika  bola  mata  melihat  DARAH  bercucuran  dimana-mana, meninggalkan  lukisan KELAM  dan  luka SAYATAN, merekam  suara  hati  yang TERANIAYA”
PENULIS :
NILUH AYU MUTIARA ARIYANTI







UCAPAN TERIMA KASIH
     Semua yang terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Namun apa yang akan terjadi di hari esok tak seluruhnya dapat di pasrahkan begitu saja.Suatu cita dan keinginan akan dapat terwujudkan dengan usaha keras dan kemauan. Begitu pula dengan penyelesaian buku ini sebagai buku pertama dari Niluh Ayu Mutiara Ariyanti yang berjudul “Melody Kematian Sang Piano Senja”.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis  hanturkan kepada Allah SWT atas segala kemampuan menulis dan merangkai kata-kata yang telah di anugerahkan oleh-Nya.Tak lupa juga untuk  Ibu Ida Iriyanti selaku guru bahasa Indonesia yang tak pernah lelah memberikan saran dan ajaran. Begitu banyak inspirasi tercurah dari dirinya. Serta  yang selalu ada di hatiku, untuk mama dan papa yang selalu memberikan dorongan, nasihat serta motivasinya sehingga buku ini dapat terselesaikan dan sampai di tangan para pembaca.
Begitu banyak cerita dan hal-hal baru yang telah penulis dapatkan saat berusaha merangkai kata demi kata untuk menyajikan sebuah drama kehidupan dari balik lembar demi lembarnya. Dengan Izin Allah SWT. semua kini telah terselesaikan. Keringat yang mengalir kini telah membuahkan keberhasilan.
Penulis sadar bahwa tiada satupun manusia yang tak  pernah berbuat salah. Oleh karena itu saran dan kritik  akan dengan senang hati penulis terima sebagai bekal ilmu di masa selanjutnya.   

PENULIS
NILUH AYU MUTIARA ARIYANTI






BAB I
MAWAR BERDARAH
Di malam sunyi nan mencekam, beribu tetes air hujan turun membasahi atap rumah. Terasa nyata hawa dingin menusuk tajam hingga menembus tulang. Di luar sana nampak dengan jelas hembusan angin kencang menggetarkan jendela tua yang usang sehingga tirai-tirai kuning kecokelatan itupun  menari perlahan dari balik kaca nya. Dengan tatapan kosong dan wajah penuh kehampaan, aku duduk di atas kursi kayu kecilku dan kuletakkan kedua tangan di atas meja biru yang berada tepat menghadap jendela kamar. Cukup lama ku terdiam lalu tanpa ku sadari tangan kananku perlahan membuka tirai yang nampak kusam. Tak banyak, hanya sekitar tujuh inci yang bagiku cukup untuk mengintip keluar jalan.
Aku tolehkan wajahku yang pucat pasih ke sudut kanan meja dan kudapati sebuah kotak musik hitam kecil yang nampak seperti tiruan sebuah piano. Tak jauh dari benda itu kulihat kotak panjang yang hampir mirip seperti sebuah tempat pensil kayu berisikan setangkai mawar putih, bunga kesukaan ku dulu namun membekaskan segores luka sayatan hati. Aku ambil perlahan agar tak ada satupun bagiannya yang rusak. Tak ada seorangpun yang boleh menyentuh bunga itu selain diriku. Tak akan pernah aku maafkan jikalau ada yang membuat bunga ini menjadi terluka, setidaknya ia telah sangat terluka di saat kejadian maut itu terjadi sehingga mengkibatkan beberapa helai kelopaknya menjadi terlepas. Aku lalu termenung, sembari mengenggam erat-erat mawar putih dan memandang kosong ke arah jalan setapak yang basah akibat guyuran hujan. Sebenarnya warnanya tidak lagi seputih dahulu. Mawar itu telah melayu dan tertinggal bercakan darah pada ke-13 helaian mahkotannya, ke-2 daunnya, dan pada batang. Namun tak lagi tercium bau anyir seiring lamanya waktu berlalu.
Bibir mungilku membeku dan mulai membiru. Tanganku tetap kaku tak bergerak menggengam setangkai mawar. Pipiku yang pucat kini mulai membasah, aku menangis miris. Kabut tebal yang membingkai langit malam seolah mendukung perasaan yang tengah aku rasakan. Awan mendung kini  tak lagi dapat membendung jutaan perasaan sakit yang aku pendam, tak lagi dapat menahan air mata kepedihan dan keperihan hati kecil yang tersayat dan tergores luka. Petir yang menggelegar di luar sana bahkan tak mampu menggambarkan batinku yang berkecamuk saat menyadari aku telah di tinggalkan sendiri oleh orang yang benar-benar aku cintai, aku sayangi, dan aku butuhkan kehadirannya  hingga saat ini. Mataku tak berkedip sesaat namun terus saja memandang hampa hujan tepat di luar jendela. Saat itulah aku kembali mengingat atau lebih tepatnya “mengenang” kenangan yang telah lama aku kubur dalam-dalam.
“Itulah kenangan kita” desisku dalam hati, tak berucap dan lalu tk kuasa menahan untuk meneteskan air mata. Kotak piano kecilku memainkan alunan lagunya, membawaku terbang mengitari ruang waktu dan kembali pada kenanganku 2 tahun yang lalu. Tepat di malam Valentine ini, di malam ini tragedi kematian dirinya terjadi.

You Might Also Like

0 comments: