MATAHARI MUNGILKU

3:02 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments


Mengapa kita bertemu lagi? Setelah kita tak pernah saling bertatap jika bertemu. Setelah kita saling cuek, seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
Sudah lama sejak kejadian pertama itu, lalu semuannya berubah. Kau berusaha menunjukkan sikap seolah acuh padaku. Entahlah apa sebenarnya tujuanmu melakukan hal demikian? Tak mau memberikan harapan? Mungkinkah? Tapi kau menunjukkannya! Kau menunjukkan sesuatu yang berbeda.
Aku pun terkadang susah membacamu, seolah apa yang kau pikirkan selalu tak serupa dengan yang kau lakukan. Apakah semua yang kamu perbuat memang sama seperti keinginan hatimu? Benarkah? Ini seperti misteri bagiku.
Aku selalu ingin tau jawabnya, namun aku enggan untuk mencari tau. Apakah dengan menunggu semua bisa terjawab? Semudah itukah? Namun menunggu sampai kapan? Menunggu hingga kamu lulus? Apakah kita akan bertemu lagi? Bisakah?
Kamu pernah berkata ingin melanjutkan kuliahmu dimana saja, tak ada tujuan khusus, kamu masih bimbang. Aku juga bimbang, kamu tau itu? Setidaknnya kebimbangan yang kita rasakan berbeda. Aku bimbang pada semua hal tentang kamu.
Terkadang aku takut kita tak akan lagi bisa bertemu. Aku takut semua ini hanya berlangsung sementara. Apa ini? Perasaan yang membungungkan!
Setelah kau pergi nanti, berkuliah di tempat yang kamu dan akupun tak tau bakal dimana, aku takut setiap pertemuan yang terjadi adalah pertemuan terakhir bagi kita.
Taukah kamu perasaanku saat ini? Aku takut! Aku takut jika nanti kamu pergi. Aku takut! Aku takut saat tak ada lagi kamu, tak ada lagi penyemangatku disekolah, tak ada lagi matahari mungilku yang selalu membuat aku tersenyum seolah-olah semua benda disekelilingku berubah menjadi bunga-bunga yang bermekaran, bahkan di hatiku!
Aku takut tak ada lagi orang sepertimu, yang aku tatap, yang aku kagumi, yang aku inginkan keberadaannya.
Aku takut! Aku takut kamu pergi, pergi menghilang membawa semua hal yang pernah aku dan kamu lalui, dulu.

0 comments:

Karena Ini yang Aku Mau, Menunggumu!

12:29 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments


Karena Ini yang Aku Mau, Menunggumu!
Written by : Niluh Ayu Mutiara Ariyanti
February 19th 2012
Mengapa dirimu tak pernah pergi dari setiap hal yang aku pikirkan? Mengapa semua kenangan tentang kamu tak pernah bisa lepas? menempel rapat seperti bayang yang selalu mengikutiku? Bahkan lamannya waktu tak pernah menjadi penghalang diriku untuk mengingatmu.
Walaupun kisah kita telah berakhir sejak 3 tahun yang lalu, namun aku tak pernah bisa melupakan semua hal yang pernah kita lalui bersama dulu. Masih ingatkah kau? Dulu aku dan kamu sempat bersatu, kita sempat berbagi canda dan tawa bersama. Kita pernah menjadi dua insan yang saling melengkapi, walaupun memang itu tak lama.
Sedikit lagi hari ulang tahunku, 25 Februari, tepat seminggu sebelum hari jadi kita. Aku tak menuntutmu untuk mengingat hari kelahiranku. Tapi terselip harapan besar, harapan yang selalu mencabik dadaku, mengulek ulu hatiku, harapan agar setidaknya kamu masih ingat hari dimana kamu menyatakan perasaanmu ke aku.
Saat itu aku dan kamu duduk bersama, bangku cokelat tua di sudut ruang kelas kita menjadi saksi bisu. wajahmu masih polos. Kamu lalu menunduk malu, aku juga menunduk. Waktu berlalu cukup lama, kamu hanya menunggu jawaban dariku. Beberapa saat kemudian kamu lalu mengangkat wajah dan mendesah, bersandar ke arah dinding biru muda di sebelahmu. Perlahan, aku lalu mengintip ke arah matamu, kamu lalu menatapku, dalam. saat itu pancaran cahaya dari balik jendela hatimu menunjukkan keseriusan.  Aku lalu mengalihkan pandanganku, tak mampu menatap mata itu. Aku diam seribu bahasa, aku tak mengerti apa yang sedang aku rasakan. Jujur, selama masa PDKT-an kita dulu, aku tak pernah memiliki perasaan ‘lebih’ dari seorang teman. Ini memang salahku, aku memberikan perhatian lebih. Bukan maksud untuk memberikan harapan, bukan maksudku untuk membiarkanmu terjatuh dan memasuki duniaku,bukan juga memberikan angin segar sehingga kamu menganggap kalau aku juga  tertarik padamu. Tidak bisa ku pungkiri, kamu memang cowok yang baik dan bisa mengerti aku.
***
Apakah aku tolak saja dia? Sebenarnya aku memang suka saat berada di dekatnya, aku suka saat dia juga memberikan perhatian kepadaku, biasalah cewek mana yang gak suka kalau kasih perhatian lebih? Aku suka dia, tapi aku tak pernah berpikir untuk bisa menjalin hubungan lebih dengannya, untuk menerimannya sebagai seorang pacar. Aku hanya menyukainnya sebagai teman. Aku lalu memandangi langit-langit kelas.
“Jadi gimana Nis?” tanyannya dengan nada penuh pengharapan.
“Em.. aduh g-gimana yah? Kamu beneran Dava?” Aku bingung. Suatu reflek bodoh yang aku lakukan, mengaruk pelan kepalaku yang tak gatal.
“Iya, aku gak pernah main-main soal ginian, aku sayang sama kamu udah lama, aku suka kepribadian kamu, aku ngerasa lebih dekat dan mengenal kamu sejak kita mulai sering smsan. Aku serius Nisa, aku GAK BOHONG” dia lalu membalikkan kursinya ke arah kursiku, memegang kedua tanganku. Tangannya hangat, lembut dan memberikan ketenangan. Wajah itu, wajah pengharapannya seolah memiliki kekuatan besar yang mendesakku untuk berkata iya.
“Uh, aduh.. i-iya udah” Aku menerima dia, walaupun aku sendiri tak yakin dengan apa yang aku katakana barusan. Aku takut, saat aku menolaknya maka seketika itu dia akan menjauh dariku, pergi, dan tak ada lagi perhatian seperti dulu, aku gak mau itu terjadi.
“Tapi aku hanya suka sama kamu,apa itu gak apa-apa?” tanyaku sembari sedikit menggigit bibirku.
“Maksud kamu?”dia sepertinya tak mengerti apa yang aku maksudkan.
“Aku belum bisa sayang sama kamu, aku hanya sekedar menyukaimu” jelasku, berharap dia mengerti.
“Iya gak apa-apa. Menyayangi seseorang itu butuh waktu bukan? Aku akan menunggu,sampai perasaan itu muncul, menunggu kamu untuk sayang sama aku” senyuman manisnya lalu mengakhiri penjelasan tadi.
“Jadi kamu bisa nerima itu?” Aku maih penuh dengan keraguan.
“Tentu, s-sayang hehe”
“hehe.. ya udah kalau begitu” kami lalu tersenyum bersama.
 Sebenarnya saat aku dekat dengannya aku juga sedang dekat dengan orang lain. Mereka berdua tak saling kenal. Aku menyayangi Ardian, cowok lain itu. Kami telah bersama sejak kecil, dia kawan kecilku. Memang benar menyayangi seseorang itu membutuhkan waktu. Aku lebih menyayangi Ardian karena dia lebih lama aku kenal daripada kamu Dava. Orang tua kami telah saling kenal. Papanya merupakan partner kerja ayahku. Namun aku dan dia terpisah cukup jauh. Sejak kelas 2 SMP dulu dia pindah ke Jakarta. Namun hubungan kami tetap dekat dengan saling smsan dan telponan.
Aku terjebak di antara dua hati, diantara orang yang aku suka dan aku sayang. Alasanku memilih Dava yaitu karena dia lebih dekat denganku, dia bisa memberi perhatian secara ‘nyata’ kepadaku, setidaknya walaupun aku sayang Ardian namun kami tak akan bisa selalu bertemu dan bertatap mata. Setidaknnya aku tau bahwa cinta memang egois.
***
Hubungan kami baru berjalan sekitar 2 minggu. Saat itu aku sedang sakit. Dava lalu menjengukku di rumah. Aku yang sedang terlelap jauh di alam mimpi sama sekali tak tau bahwa dia datang. Dia lalu mengelus pelan kepalaku. Tangannya terasa dingin di kepalaku yang sedang demam. Dava lalu duduk di samping ranjangku, beberapa saat kemudian hapeku bergetar. 6 inbox baru memenuhi layar hape, diikuti dengan 2 missed call. Dava lalu penasaran dan melihat siapa orang yang baru saja smsan dengaku. Dia tidak membuka inbox baru, hanya melihat sms sebelumnya, kurasa dia sudah tau semua rahasia yang tersimpan rapat selama ini.
Aku lalu tersadar, saat terbangun dari tidurku aku melihat wajah yang tak asing, wajah yang selalu menemani hariku yang sepi, wajah yang selalu membuatku tertawa, wajah yang selalu tersenyum padaku. Namun kali ini raut wajahnya berubah. Seolah-olah sedang memikul beban batin yang teramat berat.
“Dava.. sejak kapan kamu di sini” aku kaget.
Dava tak berucap, dia terdiam, lalu berusaha menggoreskan senyuman kecil di bibirnya.
“i-itu.. jangan sentuh hapeku!” seketika aku lalu merebut hapeku.
“jadi karena ini kamu gak pernah mau ngelihatin hapekamu ke aku? Kenapa kamu lakuin ini? Ada orang lain disana, orang lain yang lebih dulu mencuri hatimu. Aku kalah cepat dengan dia, aku kecewa dengan diriku” dia menunduk. Dia tak pernah memakai nada tingginya saat berbicara dengan aku.
“jadi kamu sudah baca semua? Uh, Aku minta maaf, aku gak bisa sayang sama kamu, aku sayangnya sama Adrian, lagian aku kan udah pernah bilang sama kamu! Aku itu HANYA MENYUKAI KAMU! Kamu yang bilang sendiri kan kalau kamu mau NUNGGU aku untuk sayang sama kamu! Kamu itu nyebelin banget!”
“Tapi ini sakit Nisa, coba kamu bayangin kalau kamu jadi aku” dia masih menjaga nada bicarannya, walaupun raut wajahnya benar-benar menunjukkan kecewaan.
“Ya udah kalau kamu gak bisa ngerti aku, kita PUTUS!” aku benar-benar tertutup oleh amarahku. Terlepas dari aku atau dia yang salah, aku tak perduli. Aku tak perduli dengan perasaannya, tak perduli dengan apa yang dikatakannya. Aku memang selalu egois. Aku tak pernah mau disalahkan.
Hari itu,kami berakhir. Dia tak lagi perduli, ataupun mau berbicara dan beradu pandang denganku. Aku lalu menyesal, ternyata Adrian tak lebih baik, tak lebih mengerti aku daripada Dava. Adrian ternyata sudah menjalin hubungan dengan cewek lain, tapi bodohnya aku karena tak pernah tau hal itu. Aku merasa hina dan lebih tolol karena mempercayai orang yang jauh yang tidak memberikan kepastian, dan semudah itu jatuh cinta dengan orang yang salah. Aku melepaskan orang yang benar-benar sayang dan bisa mengerti aku, membuatnya sakit dan menghianatinya. Aku memang jahat, namun semua sudah terlanjur, SEMUANNYA sudah berakhir. Dava sekarang sudah memiliki pacar baru, sepertinya dia bahagia. Aku berharap cewek itu tak akan menyakitinya  seperti aku. aku senang melihat kamu tersenyum bersamanya Dava, tapi aku lebih senang jika posisi cewek itu,digantikan dengan aku, seperti dulu.
Aku masih boleh menyimpan sejuta harapan tentangmu kan? Masih boleh kan? Setidaknya sekarang posisi kita berubah. Aku yang akan menunggumu, menunggu kamu untuk sayang LAGI sama aku, karena Ini yang aku mau, Menunggumu!
***
Nikita Willy, Penantian Panjang
“… Ku akan menanti meski harus penantian panjang. Ku akan tetap setia menunggumu, ku tau kau hanya untukku. Biarkan waktuku habis oleh penantian ini hingga kau percaya betapa besar cinta ku padamu, ku tetap menanti …”

0 comments:

Dariku, Pengagummu yang Pengecut

2:01 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments


Dariku, PengagumMu yang pengecut
Written by : Niluh Ayu mutiara ariyanti
Teruntuk kamu, orang yang selalu aku kagumi.
Aku yang diam-diam mengagumi kamu, menyukai setiap tingkah lakumu. Aku terkadang nakal, berusaha mencuri pandang ke luar kelas, berharap bisa bertemu dan bertatap mata denganmu. Walaupun aku tau apabila hal yang aku nanti itu terjadi, maka dengan segera saraf otakku reflek memerintahkan untuk memalingkan pandanganku, dan setelah itu tentu saja -aku “menyesal”.
Entahlah hal bodoh apa lagi yang dapat aku lakukan? Setiap waktu, bola mataku tak pernah henti menyisir setiap bagian sekolah, berharap jangkauan mataku bisa melihat kamu. Aku selalu tersipu malu, jantungku berdebar seolah memainkan iramannya sendiri. Setiap aliran darah di tubuhku seakan mengalir lebih deras, padahal aku tau bahwa kamu sama sekali tidak melihat aku, tak pernah.
Aku ingat saat kamu berlari, kamu tergesa-gesa dan berhenti didepanku. Kamu yang saat itu sedikit ngos-ngosan lalu bertanya kepadaku.
“Kelas bahasa German udah mulai belum yah?” keringat dipipimu sama sekali tak menghlangi indahnya pancaran cahaya yang selalu membelenggu wajahmu.
Dengan wajah polosku, aku jawab pertanyaannya tanpa ekspresi. Seolah-olah waktu berhenti, jantungkupun ikut berhenti. Wajahku terpaku… putih, dingin, berkeringat. Bibirku membeku seolah tak dapat berkata-kata saat itu. Lidahku kaku!
“Hei, kok malah melamun?” suara lembutmu membuyarkan lamunan sesaatku.
“I-iya, tadi baru aja. Gurunya masuk, di-di sana” jawabku tebata-bata, masih terpesona oleh dirimu.
“Thank’s yah!” kamu lalu tersenyum dan berlari meninggalkan aku.
Kejadian kecil itu cukup membuatku senang seharian.
Orang yang mengagumi diam-diam selalu bahagia saat bisa berbicara dengan orang yang dikaguminnya, walaupun itu hanya pembicaraan singkat dan tak penting bagi sang idola.
Cukup lama aku menyimpan perasaan ini. Aku tau, semua anganku, impianku, harapanku tentang kisah-kisah indah yang selalu bermuara memenuhi pikiranku mengenai aku dan kamu merupakan hal bodoh yang mustahil, tak bakal bisa terjadi. Namun inilah aku. Aku bahagia dengan sejuta imajinasiku, tentang kamu.
Papan besar itu terus saja mengoceh ke arahku. Rasanya malas sekali memandanginya yang penuh dengan tulisan berkapur lama-lama. Sesekali aku melihat jam di tangan kananku, berharap waktu cepat berlalu. Iseng, ku tatap kaca pada dinding hijau muda di kelasku. Di balik kaca berdebu, kulihat beberapa murid sedang berlalu. “Kamu!itu kamu!” aku menjerit dalam hati. Secara tak sadar bibirku lalu tersenyum malu, mulai lagi hal bodoh ini aku lakukan setiap kali melihat kamu. Senyuman itu seketika mengalihkan kebosanan dan kejenuhanku. Kamu yang sedang bercanda bersama rekan-rekan sebayamu nampak begitu manis.
Orang yang mengagumi diam-diam selalu senang saat bisa menatap orang yang dikaguminnya, walaupun ia tau bahwa dirinya tak pernah ‘nampak’ di mata sang idola. Aku senang menatap tawa itu, walaupun aku tau itu bukan untukku.
Aku diam-diam terus memandanginnya, mengikuti langkahnya dari balik kaca. Lalu seorang cewek berambut panjang datang. Ia menepuk bahumu dari belakang, merangkulmu dan berjalan tepat di sampingmu. Kalian lalu saling tersenyum. “Ah! Membuat jealous saja!” Aku benci melihat kamu dengan dia! Aku cemburu! walaupun tau, aku sama sekali tak mempunyai hak atas hal itu.
Orang yang mengagumi diam-diam selalu ingin mencari tau segala informasi tentang orang yang dikaguminnya, walaupun itu hal sekecil apapun.
Aku tau, aku tau persis siapa cewek di sampingmu itu. Dia pacarmu, cukup lama hubungan kalian telah berjalan. Aku juga tau siapa saja cewek lain yang sedang mengagumimu seperti aku saat ini, namun mereka berbeda, mereka jauh lebih berani untuk memberitahu orang lain tentang perasaan kagum mereka, tidak seperti aku yang hanya bisa mengagumi diam-diam.
Mengagumi diam-diam seperti berlayar dalam badai tanpa layar. Kita tidak tau, kemana arahnya kita pergi, maksudnnya kita gak tau apakah kapal itu akan sampai pada tempat yang kita tuju atau hanya terombang-ambing di samudera, kita hanya bisa menunggu diam di atas kapal. Yah sama seperti aku, seperti perasaanku kepadamu. Aku hanya bisa menunggu, tanpa kepastian, tanpa dirimu tau. Aku hanya bisa menanti. Aku sadar bahwa diriku memang pengecut. Entahlah, sampai kapan hal ini terjadi? Sampai kapan aku hanya terus bisa mengagumimu seperti ini? Sampai kapan aku memendam semua yang aku rasa? Apakah suatu saat nanti keberanian yang selama ini selalu terkubur dan tertutup rapat dalam dihatiku akan muncul? Ah, entahlah. Aku hanya bisa diam dalam bisu, menunggu waktu berjalan tanpa tau harus berbuat apa. Tapi satu yang aku tau, aku tak pernah menyesal untuk menjadi orang yang mengagumimu diam-diam.

Love me, Pengagummu yang pengecut.

0 comments: