Karena Ini yang Aku Mau, Menunggumu!

12:29 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments


Karena Ini yang Aku Mau, Menunggumu!
Written by : Niluh Ayu Mutiara Ariyanti
February 19th 2012
Mengapa dirimu tak pernah pergi dari setiap hal yang aku pikirkan? Mengapa semua kenangan tentang kamu tak pernah bisa lepas? menempel rapat seperti bayang yang selalu mengikutiku? Bahkan lamannya waktu tak pernah menjadi penghalang diriku untuk mengingatmu.
Walaupun kisah kita telah berakhir sejak 3 tahun yang lalu, namun aku tak pernah bisa melupakan semua hal yang pernah kita lalui bersama dulu. Masih ingatkah kau? Dulu aku dan kamu sempat bersatu, kita sempat berbagi canda dan tawa bersama. Kita pernah menjadi dua insan yang saling melengkapi, walaupun memang itu tak lama.
Sedikit lagi hari ulang tahunku, 25 Februari, tepat seminggu sebelum hari jadi kita. Aku tak menuntutmu untuk mengingat hari kelahiranku. Tapi terselip harapan besar, harapan yang selalu mencabik dadaku, mengulek ulu hatiku, harapan agar setidaknya kamu masih ingat hari dimana kamu menyatakan perasaanmu ke aku.
Saat itu aku dan kamu duduk bersama, bangku cokelat tua di sudut ruang kelas kita menjadi saksi bisu. wajahmu masih polos. Kamu lalu menunduk malu, aku juga menunduk. Waktu berlalu cukup lama, kamu hanya menunggu jawaban dariku. Beberapa saat kemudian kamu lalu mengangkat wajah dan mendesah, bersandar ke arah dinding biru muda di sebelahmu. Perlahan, aku lalu mengintip ke arah matamu, kamu lalu menatapku, dalam. saat itu pancaran cahaya dari balik jendela hatimu menunjukkan keseriusan.  Aku lalu mengalihkan pandanganku, tak mampu menatap mata itu. Aku diam seribu bahasa, aku tak mengerti apa yang sedang aku rasakan. Jujur, selama masa PDKT-an kita dulu, aku tak pernah memiliki perasaan ‘lebih’ dari seorang teman. Ini memang salahku, aku memberikan perhatian lebih. Bukan maksud untuk memberikan harapan, bukan maksudku untuk membiarkanmu terjatuh dan memasuki duniaku,bukan juga memberikan angin segar sehingga kamu menganggap kalau aku juga  tertarik padamu. Tidak bisa ku pungkiri, kamu memang cowok yang baik dan bisa mengerti aku.
***
Apakah aku tolak saja dia? Sebenarnya aku memang suka saat berada di dekatnya, aku suka saat dia juga memberikan perhatian kepadaku, biasalah cewek mana yang gak suka kalau kasih perhatian lebih? Aku suka dia, tapi aku tak pernah berpikir untuk bisa menjalin hubungan lebih dengannya, untuk menerimannya sebagai seorang pacar. Aku hanya menyukainnya sebagai teman. Aku lalu memandangi langit-langit kelas.
“Jadi gimana Nis?” tanyannya dengan nada penuh pengharapan.
“Em.. aduh g-gimana yah? Kamu beneran Dava?” Aku bingung. Suatu reflek bodoh yang aku lakukan, mengaruk pelan kepalaku yang tak gatal.
“Iya, aku gak pernah main-main soal ginian, aku sayang sama kamu udah lama, aku suka kepribadian kamu, aku ngerasa lebih dekat dan mengenal kamu sejak kita mulai sering smsan. Aku serius Nisa, aku GAK BOHONG” dia lalu membalikkan kursinya ke arah kursiku, memegang kedua tanganku. Tangannya hangat, lembut dan memberikan ketenangan. Wajah itu, wajah pengharapannya seolah memiliki kekuatan besar yang mendesakku untuk berkata iya.
“Uh, aduh.. i-iya udah” Aku menerima dia, walaupun aku sendiri tak yakin dengan apa yang aku katakana barusan. Aku takut, saat aku menolaknya maka seketika itu dia akan menjauh dariku, pergi, dan tak ada lagi perhatian seperti dulu, aku gak mau itu terjadi.
“Tapi aku hanya suka sama kamu,apa itu gak apa-apa?” tanyaku sembari sedikit menggigit bibirku.
“Maksud kamu?”dia sepertinya tak mengerti apa yang aku maksudkan.
“Aku belum bisa sayang sama kamu, aku hanya sekedar menyukaimu” jelasku, berharap dia mengerti.
“Iya gak apa-apa. Menyayangi seseorang itu butuh waktu bukan? Aku akan menunggu,sampai perasaan itu muncul, menunggu kamu untuk sayang sama aku” senyuman manisnya lalu mengakhiri penjelasan tadi.
“Jadi kamu bisa nerima itu?” Aku maih penuh dengan keraguan.
“Tentu, s-sayang hehe”
“hehe.. ya udah kalau begitu” kami lalu tersenyum bersama.
 Sebenarnya saat aku dekat dengannya aku juga sedang dekat dengan orang lain. Mereka berdua tak saling kenal. Aku menyayangi Ardian, cowok lain itu. Kami telah bersama sejak kecil, dia kawan kecilku. Memang benar menyayangi seseorang itu membutuhkan waktu. Aku lebih menyayangi Ardian karena dia lebih lama aku kenal daripada kamu Dava. Orang tua kami telah saling kenal. Papanya merupakan partner kerja ayahku. Namun aku dan dia terpisah cukup jauh. Sejak kelas 2 SMP dulu dia pindah ke Jakarta. Namun hubungan kami tetap dekat dengan saling smsan dan telponan.
Aku terjebak di antara dua hati, diantara orang yang aku suka dan aku sayang. Alasanku memilih Dava yaitu karena dia lebih dekat denganku, dia bisa memberi perhatian secara ‘nyata’ kepadaku, setidaknya walaupun aku sayang Ardian namun kami tak akan bisa selalu bertemu dan bertatap mata. Setidaknnya aku tau bahwa cinta memang egois.
***
Hubungan kami baru berjalan sekitar 2 minggu. Saat itu aku sedang sakit. Dava lalu menjengukku di rumah. Aku yang sedang terlelap jauh di alam mimpi sama sekali tak tau bahwa dia datang. Dia lalu mengelus pelan kepalaku. Tangannya terasa dingin di kepalaku yang sedang demam. Dava lalu duduk di samping ranjangku, beberapa saat kemudian hapeku bergetar. 6 inbox baru memenuhi layar hape, diikuti dengan 2 missed call. Dava lalu penasaran dan melihat siapa orang yang baru saja smsan dengaku. Dia tidak membuka inbox baru, hanya melihat sms sebelumnya, kurasa dia sudah tau semua rahasia yang tersimpan rapat selama ini.
Aku lalu tersadar, saat terbangun dari tidurku aku melihat wajah yang tak asing, wajah yang selalu menemani hariku yang sepi, wajah yang selalu membuatku tertawa, wajah yang selalu tersenyum padaku. Namun kali ini raut wajahnya berubah. Seolah-olah sedang memikul beban batin yang teramat berat.
“Dava.. sejak kapan kamu di sini” aku kaget.
Dava tak berucap, dia terdiam, lalu berusaha menggoreskan senyuman kecil di bibirnya.
“i-itu.. jangan sentuh hapeku!” seketika aku lalu merebut hapeku.
“jadi karena ini kamu gak pernah mau ngelihatin hapekamu ke aku? Kenapa kamu lakuin ini? Ada orang lain disana, orang lain yang lebih dulu mencuri hatimu. Aku kalah cepat dengan dia, aku kecewa dengan diriku” dia menunduk. Dia tak pernah memakai nada tingginya saat berbicara dengan aku.
“jadi kamu sudah baca semua? Uh, Aku minta maaf, aku gak bisa sayang sama kamu, aku sayangnya sama Adrian, lagian aku kan udah pernah bilang sama kamu! Aku itu HANYA MENYUKAI KAMU! Kamu yang bilang sendiri kan kalau kamu mau NUNGGU aku untuk sayang sama kamu! Kamu itu nyebelin banget!”
“Tapi ini sakit Nisa, coba kamu bayangin kalau kamu jadi aku” dia masih menjaga nada bicarannya, walaupun raut wajahnya benar-benar menunjukkan kecewaan.
“Ya udah kalau kamu gak bisa ngerti aku, kita PUTUS!” aku benar-benar tertutup oleh amarahku. Terlepas dari aku atau dia yang salah, aku tak perduli. Aku tak perduli dengan perasaannya, tak perduli dengan apa yang dikatakannya. Aku memang selalu egois. Aku tak pernah mau disalahkan.
Hari itu,kami berakhir. Dia tak lagi perduli, ataupun mau berbicara dan beradu pandang denganku. Aku lalu menyesal, ternyata Adrian tak lebih baik, tak lebih mengerti aku daripada Dava. Adrian ternyata sudah menjalin hubungan dengan cewek lain, tapi bodohnya aku karena tak pernah tau hal itu. Aku merasa hina dan lebih tolol karena mempercayai orang yang jauh yang tidak memberikan kepastian, dan semudah itu jatuh cinta dengan orang yang salah. Aku melepaskan orang yang benar-benar sayang dan bisa mengerti aku, membuatnya sakit dan menghianatinya. Aku memang jahat, namun semua sudah terlanjur, SEMUANNYA sudah berakhir. Dava sekarang sudah memiliki pacar baru, sepertinya dia bahagia. Aku berharap cewek itu tak akan menyakitinya  seperti aku. aku senang melihat kamu tersenyum bersamanya Dava, tapi aku lebih senang jika posisi cewek itu,digantikan dengan aku, seperti dulu.
Aku masih boleh menyimpan sejuta harapan tentangmu kan? Masih boleh kan? Setidaknya sekarang posisi kita berubah. Aku yang akan menunggumu, menunggu kamu untuk sayang LAGI sama aku, karena Ini yang aku mau, Menunggumu!
***
Nikita Willy, Penantian Panjang
“… Ku akan menanti meski harus penantian panjang. Ku akan tetap setia menunggumu, ku tau kau hanya untukku. Biarkan waktuku habis oleh penantian ini hingga kau percaya betapa besar cinta ku padamu, ku tetap menanti …”

You Might Also Like

0 comments: