Cinta dari Papa, Cinta dengan Cara yang Berbeda.

1:28 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

Kerapkali kita lebih sering mendengar kisah-kisah yang berisikan hal-hal mengenai cinta seorang ibu. Cinta yang tulus, tanpa pamrih, mencoba memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Sudah cukup familiar rasanya hingga sedikit banyak mulai membuat beberapa diantara kita menjadi tidak terlalu menyadari bahwa selain ibu, ada pula sosok seperti beliau yang juga ada didekat kita selama ini; ayah.

Kisah ini khusus aku berikan untuk adik tersayang. Entah kapan, mungkin suatu hari nanti kamu akan membaca kisah ini. Mungkin dengan begitu kamu akan paham dan akan menyadari bahwa papa benar-benar menyayangimu.

***

Saat itu tanggal 1 Desember 2015. Dunia sedang merayakan hari AIDS. Semua berjalan biasa-biasa saja, walaupun memang masih ada suasana duka atas meninggalnya salah seorang tetangga yang terkenal akan kebaikannya karena kecelakaan.

Kecelakaan. Entah mengapa akhir-akhir ini kata tersebut sering bersenandung di kepalaku. Setelah workshop yang membahas tentang bedah kepala, dimana kebanyakan pasiennya harus menjalani bedah kepala akibat dari kejadian kecelakaan lalu lintas, kemudian tetangga kita yang meninggal akibat kecelakaan, dan .... yang paling aku benci, saat itu kamupun mengalami kecelakaan.

Sore itu aku sedang mempersiapkan diri untuk menjadi moderator pada sebuah talkshow yang bertemakan AIDS di kampusku. Tiba-tiba telephone rumah berdering dan terdengar suara mama yang membuka percakapan via gagang telephone dengan sebuah 'halo' seperti biasa. Setelah beberapa detik suara dari seberang berbicara, mama kemudian tersentak kaget. Nada suaranya meninggi, sedikit shock. Tentu saja saat itu aku dan papa yang berada di rumah bertanya-tanya, hal apakah yang mungkin dibicarakan oleh mereka? Apapun itu pastilah hal yang buruk.

Mama kemdian dengan gerakan cepat segera menutup telephone dan berlari ke arah aku dan papa. "Annafi kecelakaan!" dengan suara bergetar mama berusaha menjelaskan apa yang diberitahukan  oleh sepupuku di telephone tadi. Semua tentu saja kaget. Papa dengan gesit langsung bergegas pergi, sangat cepat.
"Bodoh sekali Annafi! Ini pasti karena dia naik motornya ngebut-ngebutan!" Rasa khawatirku bercampur dengan kekesalan yang luar biasa. Ya, aku kesal mendengar dia kecelakaan. Bagiamana tidak? Entah sudah berapa kali aku selalu mengingatkan untuk menekan 'jiwa muda'nya yang senang kebut-kebutan. Dia selalu bilang iya dan iya saja tetapi masih sering ngebut ketika berkendara. Beberapa orang temanku juga pernah memberitahukanku. Mereka mengatakan hal yang sama, "Kemarin saya ketemu adikmu dijalan. Wah ngebut sekali bawa motornya". Well, dan sekarang Annafi mengalami kecelakaan.  Apa yang kamu khawatirkan selama ini menjadi kenyataan. Bisa kau bayangkan betapa kesalnya diriku, bukan?

"Sudah, jangan malah dibodoh-bodohin. Sudah jatuh malah dimarah. Jangan begitu" Mama kemudian berusaha menenangkanku yang sedang kesal.
"Bagaimana tidak kesal coba, sudah sering dibilang malah tidak dengar. Akhirnya kayak begini kan" Aku masih dengan wajah kecut, hati yang panas, tapi sesugguhnya dibalik itu semua aku sangat khawatir mengenai keadaannya. Aku kemudian menoleh ke arah mama. Wajah beliau ternyata lebih cemas daripada aku. Tentu saja, akhirnya aku sadar. Secemas-cemasnya diriku, tentu saja mama pasti jauh lebih cemas dengan keadaan Annafi. Akhirnya emosi yang awalnya meluap-luap bisa kutahan.

Ketika emosiku kini sudah reda, aku justru semakin khawatir. Apa yang kamu pikirkan ketika mamamu berkata bahwa adikmu mengalami kecelakaan? Tentu kata 'kecelakaan' terdengar buruk sekali bukan? Ya, saat itu akupun sempat berpikir hal-hal yang lumayan buruk. 
"Annafi dimana sekarang ma?"
"Dia ada di perumnas II sekarang. Katanya Nia dia menangis, lukanya besar. Tadi mama memang sudah feelingnya gak enak pas dia mau ke perumnas II" Mama mencoba menjelaskan.
"Yah, kalau mama sudah mulai feeling-feelingan, mending gak usah izinin dia pergi-pergi. Dia ngapain ke perumnas II?"
"Ya mama pikirnya dia kan mau antar beras untuk dikasih ke orang. Tapi namanya juga gak pernah kerja, gak pernah disuruh-suruh, pas sekali disuruh antar beras 40 kg langsung kayak gini"
 "Oh jadi ini dia jatuh? Bukan ditabrak? Coba telephone papa, bagaimana keadaannya" Pintaku untuk memastikan.

Beberapa saat kemudian telephone akhirnya tersambung. Mama hanya berbicara singkat sekali dengan papa. Sejauh yang aku dengar, Annafi kemudian dilarikan ke RS. Dian Harapan.
Aku sempat bertanya-tanya mengapa harus sampai dilarikan ke RS jika hanya sekedar jatuh?
"Ma, gimana?"
"Papa bilang Annafi kakinya luka. Ya dia masih nangis-nangis disana"
"Ada patah tulang gak?"
"Papa tidak kasih tau. Semoga tidak"
"Kepalanya luka tidak?"
"Kepalanya tidak luka"
Well, fraktur belum bisa dipastikan, area cranial tidak mengalami trauma, dan korban menangis, it means GCS 15 dan kesadaran pasien kompos mentis.
"Mama takut sekali dia kenapa-kenapa. Kan ada yang orang kecelakaan sampai harus di ambil daging dari bagian lain untuk tutupi area yang luka"
"Ah gak lah ma, parah sekali kalau kayak gitu. Mama gak usah khawatir, gak usah pikir macam-macam. Yang penting kepalanya tidak terbentur dan tadi dia menangis. Kalau yang sudah bahaya itu seandainya dia tidak sadarkan diri. Tapi kan tadi dia nangis, jadi kayaknya aman sih. Cuma memang harus lihat keadaanya dulu secara langsung untuk memastikan"

Akhirnya aku memutuskan untuk izin telat dulu dari kegiatan kampus dan mengecek keadaan Annafi.
Setelah sampai di RS, seorang perawat kemudian menunjukkan ruangan UGD tempat Annafi diobati.
"Dek, disuruh rontgent gak?"
"Tidak kak"
"Berarti cuma dibersihkan saja lukanya?"
"Iya, begini saja"
Setelah aku cek, alhamdulillah no frakture. Dia tidak parah. Hanya saja memang stratum korneumnya mengalami trauma akibat gesekan dengan aspal di regio cruris anterior dan dorsum pedis.
Sebenarnya yang seperti ini juga bisa dibersihkan dirumah. Di UGD juga hanya diberikan larutan NaCl sebagai antiseptik. Tapi memang di regio inguinale dan retinaculum musculorum flexorumnya bengkak. Tapi sebenarnya tidak berbahaya. Jadi aku memutuskan untuk segera pergi ke kampus.

Ketika pulang mama kemudian bercerita. Annafi ketika keluar dari ruang UGD digendong sama papa. Aku tentu saja terheran-heran. Sudah SMA kelas 1 tapi digendong?
"Maksudnya digendong bagaimana?"
"Ya digendong, di depan gitu"
"Kayak model tuan putri yang pingsang terus digendong pangeran gitu, ma?"
"Ya, seperti itulah"
"Hah.. serius??? Dia itu gak kenapa-kenapa. Kakinya cuma yang kiri saja yang luka. Itupun masih bisa untuk jalan. Kok sampai harus digendong kayak tuan putri gitu sih?" Aku merasa geli, merasa terlalu brlebihan juga.
"Dokternya juga sampai heran. Makanya papa ditanya, ngapain anaknya digendong"
"Terus papa jawab apa?"
"Ya, papa cuma diam aja"
"Ya iyalah, dokternya kan juga tau, anak itu pasti bisa jalan dan gak perlu banget sampai digendong. Memangnya dia gak malu ya?"
"Tidak kok, Annafi digendong santai-santai saja. Mungkin dia malah senang. Padahal saat itu banyak sekali yang lihatin dia"
Dokter yang bertugas diruang UGD kemudian berkata, "Nanti 5 atau 10 tahun lagi gantian kamu yang gendong papamu" Dari cerita mama, aku kemudian speechless.

Entah aku seperti tidak percaya dengan 'kelebayan' yang sedang diceritakan padaku. Tetapi sebenarnya saat itu aku sangat terharu. Ya, aku terharu mulai dari bagaimana papa dengan sangat cepat dan terburu-buru menuju ke Annafi ketika mengetahui dia jatuh. Kemudian saat digendong dari ruang UGD? Luar biasa sekali papa sayangnya ke kamu dek. Memangnya ada bapak lain yang anaknya kaki sebelahnya luka terus digendong gitu? Jika anak kecil oke, it's usual. Tapi ini kamu sudah SMA, dan kamu keadaannya bisa jalan seperti biasa! Kamu harus sayang sama papa dek, beliau sayang banget sama kamu. Papa juga bilang, saat tau kamu jatuh, hatinya papa sakit sekali. Aku bisa melihat kejujuran ketika papa mengutarakan hal itu.

Mungkin papa tidak pernah bilang kalau dia sayang sekali sama kamu. Mungkin tidak seperti mama yang cinta dan kasih sayangnya jauh lebih kelihatan. Tetapi coba untuk peka, ternyata ada sangat banyak hal yang seringkali kita lupakan, atau mungkin tidak kita sadari, hal-hal kecil yang diperjuangkan oleh papa untuk kita. Mungkin kita selama ini lebih pay attention ke mama, merasa mama lebih sayang. Tapi ternyata kasih sayang papa juga besar untuk kita. Hanya saja, papa memberikan kasih sayang dengan cara yang tidak biasa, cara yang berbeda dari cara mama.

0 comments:

Untuk Yang Selalu Terlihat Bahagia

11:44 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Setiap kali melihatmu, ada sesuatu yang berbeda. Angin yang berhembus pelan menggerakkan rambut hitam itu. Kamu masih di situ, dengan senyumanmu yang masih seperti dulu, masih sama. Jika saja aku boleh mengutarakan semua pertanyaan yang terngiang dalam pikiran ini, aku ingin sekali mengeluarkan beribu tanda tanya yang ada; bagaimana mungkin kamu bisa terlihat begitu bahagia?

Kamu tersenyum pada siapa saja. Kamu menyeletukkan canda yang membuat orang lain tertawa. Kamu yang sederhana, memiliki hati yang selalu merendah. Kamu selalu berucap baik dan tak pernah melontarkan perkataan yang menyakiti orang lain. Hatimu itu spesial, tetapi mengapa masih saja ada yang menyakiti?

Aku sebenarnya telah menduga-duga, bahwa kamu sebenarnya tidak sebahagia itu. Kamu sebenarnya tidak seriang yang dipikirkan kebanyakan orang. Aku hanya menerka, sekuat apapun dirimu menyembunyikan kesedihan dibalik tawa yang selalu kau berikan, pasti kamu juga memiliki masalah yang menjadikanmu terkadang merasa lemah.

Akhirnya kutemukan momen yang tepat untuk bertanya. Tak sesulit yang kuduga di awal perbincangan, ternyata kamu cukup terbuka untuk menceritakan masalah yang kamu punya kepada seseorang yang baru seperti diriku. Mungkin kita hanya butuh waktu dan momen yang tepat untuk menceritakan semua hal sulit yang kita hadapi.

***

Kamu masih mempertahankannya. Waktu yang telah kalian lalui tak bisa dipandang sebelah mata, lama... bahkan sangat lama. Kamu memiliki sebuah ikatan dengan seorang yang berada jauh di sana, dan itu tidak mudah. Tetapi kamu mencoba dewasa, selalu mencoba berbaik sangka. Yah, kamu memang baik, dan orang baik tentu saja akan melakukan hal yang baik seperti 'berbaik sangka'.

Tetapi nyatanya mempertahankan sebuah hubungan yang sudah lama itu tak bisa dianggap mudah. Ini bukan soal mempertahankan perasaan sayang saja, tetapi tentang menepis rasa bosan, dan menahan rindu yang selalu membelenggu. Lagi-lagi, mempertahankan sebuah hubungan tidak mudah, apalagi jika itu adalah sebuah "Hubungan Jarak Jauh".

Tentu saja kamu pasti menyayangi dia. Tetapi menyayangi dia saja ternyata tidak cukup. Sebagai seorang lelaki yang secara manusiawi ingin melindungi, tentu terkadang kamu merasa gagal. Kamu tidak bisa melakukan apa yang ingin kamu lakukan. Kamu tidak bisa berada di dekatnya, menemani dia, apalagi melindungi. Kamu hanya bisa memantau dari jauh, memberikan suggestion yang baik agar dia selalu baik-baik di sana. Kamu hanya bisa memberi perhatian kecil melalui gadget yang bagaikan separuh nyawa dari hubungan kalian, separuh nyawa karena hanya itu yang saat ini bisa diandalkan untuk tetap bisa saling berhubungan.

Kalian berbagi cerita. Tentu saja memiliki seseorang yang bisa selalu mendengarkan keluh kesah merupakan hal yang menyenangkan. Tetapi, beberapa waktu belakangan ini kata 'berbagi' rasanya telah musnah. Kalian tak lagi 'berbagi' cerita, sebab dia membagikan keresahannya, dan kamu hanya mendengarkannya. Lalu kamu hanya mampu memendam permasalahanmu. Tetapi kamu cukup bahagia, setidaknya dia membutuhkanmu sebagai tempatnya berpulang. Setidaknya kamu masih berguna walau hanya dari kejauhan. Berguna dalam menampung segala keluhan dan keresahannya.

"Padahal saat itu aku juga sedang memiliki masalah" Kamu berdeham pelan.
"Kalau begitu kenapa tidak kamu ceritakan saja padanya?"
"Aku tidak ingin menambah bebannya. Sepertinya dia sudah cukup terbebani dengan masalahnya di sana" Kamu tersenyum, tetapi aku hanya bisa terhenyung.
"Apakah kamu tidak merasa bosan dengan keadaan sepeti itu?"
"Kalau bosan, hm.." Kamu terlihat berpikir sejenak, "Pastilah sebagai manusia ada."
"Memang sudah berapa lama hal itu terjadi?" Aku masih menyerbunya dengan sederet pertanyaan yang mengejar.
"Sudah beberapa bulan belakangan ini"
"Beberapa BULAN!?" Aku cukup terperanjat dengan nada berbicaranya yang santai. Beberapa bulan keadaan seperti itu tetapi kamu masih bertahan?
Kamu hanya tersenyum, selalu seperti itu. Masih dengan senyuman yang sama.

***

Sehari setelah perbincangan itu. Seorang temanku mengabari suatu kabar yang tak elok didengar, tentangmu. Aku yang mendengarnya sedikit terkejut. Kesal? Iya, mungkin aku juga kesal. Tetapi aku tidak ingin mempercayai begitu saja sesuatu yang tidak ku dengar secara langsung dari sumbernya.

Untung saja berbincang denganmu bukanlah hal yang sulit. Aku langsung saja bertanya tentang kabar 'burung' itu. Ya, aku masih menganggapnya sebagai kabar burung karena aku belum memperoleh klarifikasi yang pasti.
"Ceritakan padaku tentang screenshoot itu" Aku bertanya secara frontal, tanpa basa-basi atau segala jenis kode-kodean seperti milik badan intelejen. Aku tidak suka kode, terlalu lama menurutku. Jadilah aku manusia paling frontal jika ingin mengetahui sesuatu.
 "Screenshoot apa ya?" Kamu tersenyum, seperti biasa. Ah, kamu memang selalu begitu. Menyembunyikan segala sesuatu dibalik senyum khasmu. Hingga kebanyakan orang tertipu, lalu berlalu. Hanya mereka yang benar-benar ingin tahulah yang terkadang menyadari sebenarnya apa yang sedang bersembunyi dibalik senyumanmu. Termaksud aku.
 "Tentang foto pacar LDRmu dengan seorang lelaki. Sejauh yang aku dengar, atau lebih tepatnya yang aku diberitahu, mereka berpegangan tangan. Benarkah?"
"Oh foto itu" Kamu menimpali pertanyaanku dengan sebuah 'oh' yang membuatku kian bertanya-tanya. Hanya sebuah 'oh' yang tentunya bukan seperti itu seharusnya.

Aku saja yang bukan berada diposisimu, sudah setengah mati berkoar-koar tak menyangka. Bagaimana mungkin aku bisa membayangkan jika saja pacarku yang sudah lama menjalin komitmen jarak jauh bisa berfoto dengan berpegangan tangan bersama orang lain? Apalagi setelah kamu menambahkan bahwa cowok itu merupakan orang yang dekat dan selama ini menyukai kekasihmu. Lalu setelah kutanya responmu hanya santai dengan sebuah 'oh' ? hanya sebuah 'oh'? Padahal kamu nyata-nyata menjaga hubunganmu dengan baik disini. Tak berlaku macam-macam, dan mencoba menjaga kepercayaan dan komitmen yang telah kalian buat. Tetapi disaat hubungan sedang berada di titik jenuh, foto itu kini memperburuk keadaan. Namun kamu hanya menimpali dengan sebuah 'oh'?

"Apa kamu tidak kecewa melihat itu? Ah atau mungkin dia tidak tau kalau kamu mengetahui tentang foto mereka" Aku menduga-duga.
"Dia tau kok, aku udah like malah"
"Lalu?"
"Dia udah klarifikasi sih, dia bilang itu bukan dia yang kirim. Tapi kakaknya"
"Terus komen di bawah foto itu yang bilang kalau dia gak punya pacar itu bagiamana?" Kamu yang terlihat santai menanggapi membuatku semakin penasaran.
 "Aku udah minta dia untuk perjelas di komen kalau dia udah punya pacar, tapi dia bilang gak mau buat kakaknya yang udah komen kayak gitu jadi malu"
"wah berarti dia lebih berat di kakaknya daripada status kamu yang pacarnya ya. Mungkin kakaknya gak tau kalian masih pacaran"
"Kakaknya tau kok"
"Loh kalau tau kok gitu?"
"Dia bilang kakaknya hanya anggap aku anak kecil"

Jlebbb.... anak kecil? Aku semakin tidak percaya. Bagaimana mungkin pacarmu bisa setega itu berkata "kakakku anggap kamu anak kecil" dan kamu bisa menerima dengan mudahnya dan bercerita padaku "aku hanya dianggap anak kecil". Mungkin jika bisa kuberikan tanda kagum berupa jempol, kuberikan seluruh jempol yang ada untukmu. Aku kagum dengan caramu menerima semua yang terjadi padamu. Aku kagum dengan caramu yang ikhlas, tidak membesar-besarkan masalah, tidak terlihat murung dan sedih, dan mampu menyembunyikan semua masalah yang sedang kau hadapi. Bahkan jika aku menjadi dirimu, dan berada di posisi itu, mungkin untuk tersenyum saja aku susah. Tapi kamu melakukannya dengan mudah. Setiap hari, setiap waktu, aku bahkan tak pernah melihatmu bersedih. Walau dalam canda terkadang diam-diam terselip luka yang kau kemas seperti sebuah gurauan. Mungkin ini caramu. Mungkin kamu tak ingin menjadikan orang lain ikut bersedih. Mungkin kamu terlalu baik. Terlalu baik karena dizaman seperti ini menemukan orang sepertimu semakin susah.

Itulah yang kupelajari darimu. Selalu tersenyum. Selalu terlihat bahagia dan baik-baik saja. Kamu tau? Aku terkadang menganggapmu kuat, sangat kuat. Namun satu hal yang aku harapkan, semoga orang baik sepertimu tidak lagi disakiti terus menerus. Percayalah bahwa senyuman yang selalu kau beri kepada orang-orang disekitar akan menjadikanmu merasa bahagia yang sebenar-benarnya.  Karena orang baik sepertimu pantas mendapatkan yang baik dan bisa menjaga hatimu. Tuhan tak pernah berlaku tidak adil kepada hamba-Nya. 



Untuk yang selalu tersenyum, untuk yang selalu terlihat bahagia. Tetaplahseperti itu. Biarkan waktu yang akan membuktikan kebenaran. Biarkan waktu yang akan menyembuhkan luka-luka lama.

Terima kasih karena telah mengajariku pelajaran berharga.

0 comments:

Dia Yang Tak Mungkin Mengecewakan

10:36 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

Terkadang ada saatnya di mana kita ingin sendiri saja. Membiarkan segala keluh kesah dan amarah berkecamuk dalam dada. Terkadang adakalanya berbicara pada orang lain menjadi tiada guna. Sebab mereka tak selamanya paham apa yang kita harapkan dari kehadiran mereka. Hal yang lebih ironis lagi, yaitu ketika seseorang yang sudah kita percaya dan kita anggap mampu membantu justru berlaku hal yang sebaliknya.

Tak dapat dipungkiri ketika aku bercerita keluh kesahku kepadamu, hal yang aku harapkan selain kamu mendengarkan segala keresahan itu, kamu juga bisa menjadi seseorang yang mendukungku. Tetapi ketika ekspektasi sungguh berkebalikan terhadap realita yang kuperoleh; kamu semakin menyalahkanku, menjatuhkanku, menghina, bahkan merendahkanku akibat kesalahan-kesalahan itu, bukankah rasa sakitnya kini menjadi kian parah?

Aku seperti manusia lainnya, berbuat kesalahan juga. Tetapi ketika kuceritakan masalahku kepadamu, berarti aku telah mempercayaimu. Bisakah aku mendapat sedikit saja pembelaan? Bahkan jika kau anggap aku tak pantas menerimanya, bisakah kau hanya 'mendengarkan' saja? Tolong jangan menambah berat penyesalanku. Tolong jangan menjadikanku merasa menjadi manusia yang benar-benar bodoh dan menyesali semua dengan semakin menyalahkanku. Aku hanya butuh hadirmu, yang bisa kujadikan tempatku pulang setelah lelah dengan segala urusan yang membebani. Ketika kamupun sama seperti semua orang diluar sana, yang tak mampu memahamiku dan hanya mau menerima disaat baikku saja, lalu kemana lagi aku akan kembali ketika tak sanggup lagi berdiri?

Lambat laun kepercayaan rasanya kian mahal harganya. Tidak, aku bukan takut kamu menceritakan kisahku kepada orang lain di luar sana. Ini tentang kepercayaanku untuk 'berbagi kisah'ku kepadamu, lagi. Jika setelah kuceritakan, kau ternyata justru gagal menjadi seperti yang aku harapkan. Entah apakah aku percaya lagi untuk menyampaikan segalanya kepadamu.

Rasanya sungguh sakit ketika semua orang mendatangiku, berbondong-bondong memberikan tepuk tangan dan pujian disaat aku sedang berada pada titik maksimalku melakukan sesuatu yang memang menjadi keahlian dan bidangku. Tetapi ketika aku dihadapkan pada sesuatu yang tidak sejalan dengan itu, mereka akan meninggalkanku, beralih pada orang lain yang 'lebih mampu', lalu memandangiku dengan tatapan remeh. Bahkan setiap ucapanku hanya dianggap sebagai angin lalu. Ketika saat itu terjadi, aku mungkin akan merasa seperti semua orang berkata kepadaku "Diam saja dan dengarkan. Jangan banyak omong. Sebab kamu tidak ahli kali ini. Ada orang lain yang memiliki kemampuan lebih baik, dan kami akan benar-benar mendengarkannya". Namun aku lemah dan aku kalah. Aku bahkan tak bisa membela diri ketika hal itu terjadi. Memang bisa apa lagi? Bisa apa lagi selain menelan bulat-bulat perlakuan mereka yang menyakitkan ini?

Dari sinilah aku belajar banyak. Aku belajar bahwa kualitas diri yang menjadikanku dihargai oleh orang lain. Kamu bukan siapa-siapa ketika tak ada hal yang bisa dibanggakan darimu. Bahkan tinggi rendahnya sebuah harga diri juga ditentukan dari sini. Aku juga belajar untuk tidak pernah merendahkan orang lain dibawahku, apalagi ketika dia ingin mengutarakan pendapatnya tentang hal yang saat itu sedang aku kuasai. Memangnya siapa yang tau jika saat itu dia secara perlahan sedang mengembangkan potensi dirinya, kemudian di masa depan dia justru menjadi lebih baik daripada aku?

Jangan berbesar kepala ketika mereka memujimu saat ini. Dunia ini penuh dengan kepalsuan. Semua yang manusia lakukan pasti mengharapkan timbal balik yang baik bagi dirinya. Segala pujian bisa saja beralih menjadi makian. Kau yang dipuja dan dibesar-besarkan, bisa saja berubah menjadi penghinaan. Tidak ada yang abadi, apalagi untuk sifat manusia.

Hanya ada satu tempat pulang yang tak akan pernah mengecewakan, yaitu kepada yang menciptakan.

0 comments: