Dia Yang Tak Mungkin Mengecewakan

10:36 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

Terkadang ada saatnya di mana kita ingin sendiri saja. Membiarkan segala keluh kesah dan amarah berkecamuk dalam dada. Terkadang adakalanya berbicara pada orang lain menjadi tiada guna. Sebab mereka tak selamanya paham apa yang kita harapkan dari kehadiran mereka. Hal yang lebih ironis lagi, yaitu ketika seseorang yang sudah kita percaya dan kita anggap mampu membantu justru berlaku hal yang sebaliknya.

Tak dapat dipungkiri ketika aku bercerita keluh kesahku kepadamu, hal yang aku harapkan selain kamu mendengarkan segala keresahan itu, kamu juga bisa menjadi seseorang yang mendukungku. Tetapi ketika ekspektasi sungguh berkebalikan terhadap realita yang kuperoleh; kamu semakin menyalahkanku, menjatuhkanku, menghina, bahkan merendahkanku akibat kesalahan-kesalahan itu, bukankah rasa sakitnya kini menjadi kian parah?

Aku seperti manusia lainnya, berbuat kesalahan juga. Tetapi ketika kuceritakan masalahku kepadamu, berarti aku telah mempercayaimu. Bisakah aku mendapat sedikit saja pembelaan? Bahkan jika kau anggap aku tak pantas menerimanya, bisakah kau hanya 'mendengarkan' saja? Tolong jangan menambah berat penyesalanku. Tolong jangan menjadikanku merasa menjadi manusia yang benar-benar bodoh dan menyesali semua dengan semakin menyalahkanku. Aku hanya butuh hadirmu, yang bisa kujadikan tempatku pulang setelah lelah dengan segala urusan yang membebani. Ketika kamupun sama seperti semua orang diluar sana, yang tak mampu memahamiku dan hanya mau menerima disaat baikku saja, lalu kemana lagi aku akan kembali ketika tak sanggup lagi berdiri?

Lambat laun kepercayaan rasanya kian mahal harganya. Tidak, aku bukan takut kamu menceritakan kisahku kepada orang lain di luar sana. Ini tentang kepercayaanku untuk 'berbagi kisah'ku kepadamu, lagi. Jika setelah kuceritakan, kau ternyata justru gagal menjadi seperti yang aku harapkan. Entah apakah aku percaya lagi untuk menyampaikan segalanya kepadamu.

Rasanya sungguh sakit ketika semua orang mendatangiku, berbondong-bondong memberikan tepuk tangan dan pujian disaat aku sedang berada pada titik maksimalku melakukan sesuatu yang memang menjadi keahlian dan bidangku. Tetapi ketika aku dihadapkan pada sesuatu yang tidak sejalan dengan itu, mereka akan meninggalkanku, beralih pada orang lain yang 'lebih mampu', lalu memandangiku dengan tatapan remeh. Bahkan setiap ucapanku hanya dianggap sebagai angin lalu. Ketika saat itu terjadi, aku mungkin akan merasa seperti semua orang berkata kepadaku "Diam saja dan dengarkan. Jangan banyak omong. Sebab kamu tidak ahli kali ini. Ada orang lain yang memiliki kemampuan lebih baik, dan kami akan benar-benar mendengarkannya". Namun aku lemah dan aku kalah. Aku bahkan tak bisa membela diri ketika hal itu terjadi. Memang bisa apa lagi? Bisa apa lagi selain menelan bulat-bulat perlakuan mereka yang menyakitkan ini?

Dari sinilah aku belajar banyak. Aku belajar bahwa kualitas diri yang menjadikanku dihargai oleh orang lain. Kamu bukan siapa-siapa ketika tak ada hal yang bisa dibanggakan darimu. Bahkan tinggi rendahnya sebuah harga diri juga ditentukan dari sini. Aku juga belajar untuk tidak pernah merendahkan orang lain dibawahku, apalagi ketika dia ingin mengutarakan pendapatnya tentang hal yang saat itu sedang aku kuasai. Memangnya siapa yang tau jika saat itu dia secara perlahan sedang mengembangkan potensi dirinya, kemudian di masa depan dia justru menjadi lebih baik daripada aku?

Jangan berbesar kepala ketika mereka memujimu saat ini. Dunia ini penuh dengan kepalsuan. Semua yang manusia lakukan pasti mengharapkan timbal balik yang baik bagi dirinya. Segala pujian bisa saja beralih menjadi makian. Kau yang dipuja dan dibesar-besarkan, bisa saja berubah menjadi penghinaan. Tidak ada yang abadi, apalagi untuk sifat manusia.

Hanya ada satu tempat pulang yang tak akan pernah mengecewakan, yaitu kepada yang menciptakan.

You Might Also Like

0 comments: