Untuk Yang Selalu Terlihat Bahagia

11:44 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Setiap kali melihatmu, ada sesuatu yang berbeda. Angin yang berhembus pelan menggerakkan rambut hitam itu. Kamu masih di situ, dengan senyumanmu yang masih seperti dulu, masih sama. Jika saja aku boleh mengutarakan semua pertanyaan yang terngiang dalam pikiran ini, aku ingin sekali mengeluarkan beribu tanda tanya yang ada; bagaimana mungkin kamu bisa terlihat begitu bahagia?

Kamu tersenyum pada siapa saja. Kamu menyeletukkan canda yang membuat orang lain tertawa. Kamu yang sederhana, memiliki hati yang selalu merendah. Kamu selalu berucap baik dan tak pernah melontarkan perkataan yang menyakiti orang lain. Hatimu itu spesial, tetapi mengapa masih saja ada yang menyakiti?

Aku sebenarnya telah menduga-duga, bahwa kamu sebenarnya tidak sebahagia itu. Kamu sebenarnya tidak seriang yang dipikirkan kebanyakan orang. Aku hanya menerka, sekuat apapun dirimu menyembunyikan kesedihan dibalik tawa yang selalu kau berikan, pasti kamu juga memiliki masalah yang menjadikanmu terkadang merasa lemah.

Akhirnya kutemukan momen yang tepat untuk bertanya. Tak sesulit yang kuduga di awal perbincangan, ternyata kamu cukup terbuka untuk menceritakan masalah yang kamu punya kepada seseorang yang baru seperti diriku. Mungkin kita hanya butuh waktu dan momen yang tepat untuk menceritakan semua hal sulit yang kita hadapi.

***

Kamu masih mempertahankannya. Waktu yang telah kalian lalui tak bisa dipandang sebelah mata, lama... bahkan sangat lama. Kamu memiliki sebuah ikatan dengan seorang yang berada jauh di sana, dan itu tidak mudah. Tetapi kamu mencoba dewasa, selalu mencoba berbaik sangka. Yah, kamu memang baik, dan orang baik tentu saja akan melakukan hal yang baik seperti 'berbaik sangka'.

Tetapi nyatanya mempertahankan sebuah hubungan yang sudah lama itu tak bisa dianggap mudah. Ini bukan soal mempertahankan perasaan sayang saja, tetapi tentang menepis rasa bosan, dan menahan rindu yang selalu membelenggu. Lagi-lagi, mempertahankan sebuah hubungan tidak mudah, apalagi jika itu adalah sebuah "Hubungan Jarak Jauh".

Tentu saja kamu pasti menyayangi dia. Tetapi menyayangi dia saja ternyata tidak cukup. Sebagai seorang lelaki yang secara manusiawi ingin melindungi, tentu terkadang kamu merasa gagal. Kamu tidak bisa melakukan apa yang ingin kamu lakukan. Kamu tidak bisa berada di dekatnya, menemani dia, apalagi melindungi. Kamu hanya bisa memantau dari jauh, memberikan suggestion yang baik agar dia selalu baik-baik di sana. Kamu hanya bisa memberi perhatian kecil melalui gadget yang bagaikan separuh nyawa dari hubungan kalian, separuh nyawa karena hanya itu yang saat ini bisa diandalkan untuk tetap bisa saling berhubungan.

Kalian berbagi cerita. Tentu saja memiliki seseorang yang bisa selalu mendengarkan keluh kesah merupakan hal yang menyenangkan. Tetapi, beberapa waktu belakangan ini kata 'berbagi' rasanya telah musnah. Kalian tak lagi 'berbagi' cerita, sebab dia membagikan keresahannya, dan kamu hanya mendengarkannya. Lalu kamu hanya mampu memendam permasalahanmu. Tetapi kamu cukup bahagia, setidaknya dia membutuhkanmu sebagai tempatnya berpulang. Setidaknya kamu masih berguna walau hanya dari kejauhan. Berguna dalam menampung segala keluhan dan keresahannya.

"Padahal saat itu aku juga sedang memiliki masalah" Kamu berdeham pelan.
"Kalau begitu kenapa tidak kamu ceritakan saja padanya?"
"Aku tidak ingin menambah bebannya. Sepertinya dia sudah cukup terbebani dengan masalahnya di sana" Kamu tersenyum, tetapi aku hanya bisa terhenyung.
"Apakah kamu tidak merasa bosan dengan keadaan sepeti itu?"
"Kalau bosan, hm.." Kamu terlihat berpikir sejenak, "Pastilah sebagai manusia ada."
"Memang sudah berapa lama hal itu terjadi?" Aku masih menyerbunya dengan sederet pertanyaan yang mengejar.
"Sudah beberapa bulan belakangan ini"
"Beberapa BULAN!?" Aku cukup terperanjat dengan nada berbicaranya yang santai. Beberapa bulan keadaan seperti itu tetapi kamu masih bertahan?
Kamu hanya tersenyum, selalu seperti itu. Masih dengan senyuman yang sama.

***

Sehari setelah perbincangan itu. Seorang temanku mengabari suatu kabar yang tak elok didengar, tentangmu. Aku yang mendengarnya sedikit terkejut. Kesal? Iya, mungkin aku juga kesal. Tetapi aku tidak ingin mempercayai begitu saja sesuatu yang tidak ku dengar secara langsung dari sumbernya.

Untung saja berbincang denganmu bukanlah hal yang sulit. Aku langsung saja bertanya tentang kabar 'burung' itu. Ya, aku masih menganggapnya sebagai kabar burung karena aku belum memperoleh klarifikasi yang pasti.
"Ceritakan padaku tentang screenshoot itu" Aku bertanya secara frontal, tanpa basa-basi atau segala jenis kode-kodean seperti milik badan intelejen. Aku tidak suka kode, terlalu lama menurutku. Jadilah aku manusia paling frontal jika ingin mengetahui sesuatu.
 "Screenshoot apa ya?" Kamu tersenyum, seperti biasa. Ah, kamu memang selalu begitu. Menyembunyikan segala sesuatu dibalik senyum khasmu. Hingga kebanyakan orang tertipu, lalu berlalu. Hanya mereka yang benar-benar ingin tahulah yang terkadang menyadari sebenarnya apa yang sedang bersembunyi dibalik senyumanmu. Termaksud aku.
 "Tentang foto pacar LDRmu dengan seorang lelaki. Sejauh yang aku dengar, atau lebih tepatnya yang aku diberitahu, mereka berpegangan tangan. Benarkah?"
"Oh foto itu" Kamu menimpali pertanyaanku dengan sebuah 'oh' yang membuatku kian bertanya-tanya. Hanya sebuah 'oh' yang tentunya bukan seperti itu seharusnya.

Aku saja yang bukan berada diposisimu, sudah setengah mati berkoar-koar tak menyangka. Bagaimana mungkin aku bisa membayangkan jika saja pacarku yang sudah lama menjalin komitmen jarak jauh bisa berfoto dengan berpegangan tangan bersama orang lain? Apalagi setelah kamu menambahkan bahwa cowok itu merupakan orang yang dekat dan selama ini menyukai kekasihmu. Lalu setelah kutanya responmu hanya santai dengan sebuah 'oh' ? hanya sebuah 'oh'? Padahal kamu nyata-nyata menjaga hubunganmu dengan baik disini. Tak berlaku macam-macam, dan mencoba menjaga kepercayaan dan komitmen yang telah kalian buat. Tetapi disaat hubungan sedang berada di titik jenuh, foto itu kini memperburuk keadaan. Namun kamu hanya menimpali dengan sebuah 'oh'?

"Apa kamu tidak kecewa melihat itu? Ah atau mungkin dia tidak tau kalau kamu mengetahui tentang foto mereka" Aku menduga-duga.
"Dia tau kok, aku udah like malah"
"Lalu?"
"Dia udah klarifikasi sih, dia bilang itu bukan dia yang kirim. Tapi kakaknya"
"Terus komen di bawah foto itu yang bilang kalau dia gak punya pacar itu bagiamana?" Kamu yang terlihat santai menanggapi membuatku semakin penasaran.
 "Aku udah minta dia untuk perjelas di komen kalau dia udah punya pacar, tapi dia bilang gak mau buat kakaknya yang udah komen kayak gitu jadi malu"
"wah berarti dia lebih berat di kakaknya daripada status kamu yang pacarnya ya. Mungkin kakaknya gak tau kalian masih pacaran"
"Kakaknya tau kok"
"Loh kalau tau kok gitu?"
"Dia bilang kakaknya hanya anggap aku anak kecil"

Jlebbb.... anak kecil? Aku semakin tidak percaya. Bagaimana mungkin pacarmu bisa setega itu berkata "kakakku anggap kamu anak kecil" dan kamu bisa menerima dengan mudahnya dan bercerita padaku "aku hanya dianggap anak kecil". Mungkin jika bisa kuberikan tanda kagum berupa jempol, kuberikan seluruh jempol yang ada untukmu. Aku kagum dengan caramu menerima semua yang terjadi padamu. Aku kagum dengan caramu yang ikhlas, tidak membesar-besarkan masalah, tidak terlihat murung dan sedih, dan mampu menyembunyikan semua masalah yang sedang kau hadapi. Bahkan jika aku menjadi dirimu, dan berada di posisi itu, mungkin untuk tersenyum saja aku susah. Tapi kamu melakukannya dengan mudah. Setiap hari, setiap waktu, aku bahkan tak pernah melihatmu bersedih. Walau dalam canda terkadang diam-diam terselip luka yang kau kemas seperti sebuah gurauan. Mungkin ini caramu. Mungkin kamu tak ingin menjadikan orang lain ikut bersedih. Mungkin kamu terlalu baik. Terlalu baik karena dizaman seperti ini menemukan orang sepertimu semakin susah.

Itulah yang kupelajari darimu. Selalu tersenyum. Selalu terlihat bahagia dan baik-baik saja. Kamu tau? Aku terkadang menganggapmu kuat, sangat kuat. Namun satu hal yang aku harapkan, semoga orang baik sepertimu tidak lagi disakiti terus menerus. Percayalah bahwa senyuman yang selalu kau beri kepada orang-orang disekitar akan menjadikanmu merasa bahagia yang sebenar-benarnya.  Karena orang baik sepertimu pantas mendapatkan yang baik dan bisa menjaga hatimu. Tuhan tak pernah berlaku tidak adil kepada hamba-Nya. 



Untuk yang selalu tersenyum, untuk yang selalu terlihat bahagia. Tetaplahseperti itu. Biarkan waktu yang akan membuktikan kebenaran. Biarkan waktu yang akan menyembuhkan luka-luka lama.

Terima kasih karena telah mengajariku pelajaran berharga.

0 comments:

Dia Yang Tak Mungkin Mengecewakan

10:36 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

Terkadang ada saatnya di mana kita ingin sendiri saja. Membiarkan segala keluh kesah dan amarah berkecamuk dalam dada. Terkadang adakalanya berbicara pada orang lain menjadi tiada guna. Sebab mereka tak selamanya paham apa yang kita harapkan dari kehadiran mereka. Hal yang lebih ironis lagi, yaitu ketika seseorang yang sudah kita percaya dan kita anggap mampu membantu justru berlaku hal yang sebaliknya.

Tak dapat dipungkiri ketika aku bercerita keluh kesahku kepadamu, hal yang aku harapkan selain kamu mendengarkan segala keresahan itu, kamu juga bisa menjadi seseorang yang mendukungku. Tetapi ketika ekspektasi sungguh berkebalikan terhadap realita yang kuperoleh; kamu semakin menyalahkanku, menjatuhkanku, menghina, bahkan merendahkanku akibat kesalahan-kesalahan itu, bukankah rasa sakitnya kini menjadi kian parah?

Aku seperti manusia lainnya, berbuat kesalahan juga. Tetapi ketika kuceritakan masalahku kepadamu, berarti aku telah mempercayaimu. Bisakah aku mendapat sedikit saja pembelaan? Bahkan jika kau anggap aku tak pantas menerimanya, bisakah kau hanya 'mendengarkan' saja? Tolong jangan menambah berat penyesalanku. Tolong jangan menjadikanku merasa menjadi manusia yang benar-benar bodoh dan menyesali semua dengan semakin menyalahkanku. Aku hanya butuh hadirmu, yang bisa kujadikan tempatku pulang setelah lelah dengan segala urusan yang membebani. Ketika kamupun sama seperti semua orang diluar sana, yang tak mampu memahamiku dan hanya mau menerima disaat baikku saja, lalu kemana lagi aku akan kembali ketika tak sanggup lagi berdiri?

Lambat laun kepercayaan rasanya kian mahal harganya. Tidak, aku bukan takut kamu menceritakan kisahku kepada orang lain di luar sana. Ini tentang kepercayaanku untuk 'berbagi kisah'ku kepadamu, lagi. Jika setelah kuceritakan, kau ternyata justru gagal menjadi seperti yang aku harapkan. Entah apakah aku percaya lagi untuk menyampaikan segalanya kepadamu.

Rasanya sungguh sakit ketika semua orang mendatangiku, berbondong-bondong memberikan tepuk tangan dan pujian disaat aku sedang berada pada titik maksimalku melakukan sesuatu yang memang menjadi keahlian dan bidangku. Tetapi ketika aku dihadapkan pada sesuatu yang tidak sejalan dengan itu, mereka akan meninggalkanku, beralih pada orang lain yang 'lebih mampu', lalu memandangiku dengan tatapan remeh. Bahkan setiap ucapanku hanya dianggap sebagai angin lalu. Ketika saat itu terjadi, aku mungkin akan merasa seperti semua orang berkata kepadaku "Diam saja dan dengarkan. Jangan banyak omong. Sebab kamu tidak ahli kali ini. Ada orang lain yang memiliki kemampuan lebih baik, dan kami akan benar-benar mendengarkannya". Namun aku lemah dan aku kalah. Aku bahkan tak bisa membela diri ketika hal itu terjadi. Memang bisa apa lagi? Bisa apa lagi selain menelan bulat-bulat perlakuan mereka yang menyakitkan ini?

Dari sinilah aku belajar banyak. Aku belajar bahwa kualitas diri yang menjadikanku dihargai oleh orang lain. Kamu bukan siapa-siapa ketika tak ada hal yang bisa dibanggakan darimu. Bahkan tinggi rendahnya sebuah harga diri juga ditentukan dari sini. Aku juga belajar untuk tidak pernah merendahkan orang lain dibawahku, apalagi ketika dia ingin mengutarakan pendapatnya tentang hal yang saat itu sedang aku kuasai. Memangnya siapa yang tau jika saat itu dia secara perlahan sedang mengembangkan potensi dirinya, kemudian di masa depan dia justru menjadi lebih baik daripada aku?

Jangan berbesar kepala ketika mereka memujimu saat ini. Dunia ini penuh dengan kepalsuan. Semua yang manusia lakukan pasti mengharapkan timbal balik yang baik bagi dirinya. Segala pujian bisa saja beralih menjadi makian. Kau yang dipuja dan dibesar-besarkan, bisa saja berubah menjadi penghinaan. Tidak ada yang abadi, apalagi untuk sifat manusia.

Hanya ada satu tempat pulang yang tak akan pernah mengecewakan, yaitu kepada yang menciptakan.

0 comments: