Cinta dari Papa, Cinta dengan Cara yang Berbeda.

1:28 PM Niluh Ayu Mutiara Ariyanti 0 Comments

Kerapkali kita lebih sering mendengar kisah-kisah yang berisikan hal-hal mengenai cinta seorang ibu. Cinta yang tulus, tanpa pamrih, mencoba memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Sudah cukup familiar rasanya hingga sedikit banyak mulai membuat beberapa diantara kita menjadi tidak terlalu menyadari bahwa selain ibu, ada pula sosok seperti beliau yang juga ada didekat kita selama ini; ayah.

Kisah ini khusus aku berikan untuk adik tersayang. Entah kapan, mungkin suatu hari nanti kamu akan membaca kisah ini. Mungkin dengan begitu kamu akan paham dan akan menyadari bahwa papa benar-benar menyayangimu.

***

Saat itu tanggal 1 Desember 2015. Dunia sedang merayakan hari AIDS. Semua berjalan biasa-biasa saja, walaupun memang masih ada suasana duka atas meninggalnya salah seorang tetangga yang terkenal akan kebaikannya karena kecelakaan.

Kecelakaan. Entah mengapa akhir-akhir ini kata tersebut sering bersenandung di kepalaku. Setelah workshop yang membahas tentang bedah kepala, dimana kebanyakan pasiennya harus menjalani bedah kepala akibat dari kejadian kecelakaan lalu lintas, kemudian tetangga kita yang meninggal akibat kecelakaan, dan .... yang paling aku benci, saat itu kamupun mengalami kecelakaan.

Sore itu aku sedang mempersiapkan diri untuk menjadi moderator pada sebuah talkshow yang bertemakan AIDS di kampusku. Tiba-tiba telephone rumah berdering dan terdengar suara mama yang membuka percakapan via gagang telephone dengan sebuah 'halo' seperti biasa. Setelah beberapa detik suara dari seberang berbicara, mama kemudian tersentak kaget. Nada suaranya meninggi, sedikit shock. Tentu saja saat itu aku dan papa yang berada di rumah bertanya-tanya, hal apakah yang mungkin dibicarakan oleh mereka? Apapun itu pastilah hal yang buruk.

Mama kemdian dengan gerakan cepat segera menutup telephone dan berlari ke arah aku dan papa. "Annafi kecelakaan!" dengan suara bergetar mama berusaha menjelaskan apa yang diberitahukan  oleh sepupuku di telephone tadi. Semua tentu saja kaget. Papa dengan gesit langsung bergegas pergi, sangat cepat.
"Bodoh sekali Annafi! Ini pasti karena dia naik motornya ngebut-ngebutan!" Rasa khawatirku bercampur dengan kekesalan yang luar biasa. Ya, aku kesal mendengar dia kecelakaan. Bagiamana tidak? Entah sudah berapa kali aku selalu mengingatkan untuk menekan 'jiwa muda'nya yang senang kebut-kebutan. Dia selalu bilang iya dan iya saja tetapi masih sering ngebut ketika berkendara. Beberapa orang temanku juga pernah memberitahukanku. Mereka mengatakan hal yang sama, "Kemarin saya ketemu adikmu dijalan. Wah ngebut sekali bawa motornya". Well, dan sekarang Annafi mengalami kecelakaan.  Apa yang kamu khawatirkan selama ini menjadi kenyataan. Bisa kau bayangkan betapa kesalnya diriku, bukan?

"Sudah, jangan malah dibodoh-bodohin. Sudah jatuh malah dimarah. Jangan begitu" Mama kemudian berusaha menenangkanku yang sedang kesal.
"Bagaimana tidak kesal coba, sudah sering dibilang malah tidak dengar. Akhirnya kayak begini kan" Aku masih dengan wajah kecut, hati yang panas, tapi sesugguhnya dibalik itu semua aku sangat khawatir mengenai keadaannya. Aku kemudian menoleh ke arah mama. Wajah beliau ternyata lebih cemas daripada aku. Tentu saja, akhirnya aku sadar. Secemas-cemasnya diriku, tentu saja mama pasti jauh lebih cemas dengan keadaan Annafi. Akhirnya emosi yang awalnya meluap-luap bisa kutahan.

Ketika emosiku kini sudah reda, aku justru semakin khawatir. Apa yang kamu pikirkan ketika mamamu berkata bahwa adikmu mengalami kecelakaan? Tentu kata 'kecelakaan' terdengar buruk sekali bukan? Ya, saat itu akupun sempat berpikir hal-hal yang lumayan buruk. 
"Annafi dimana sekarang ma?"
"Dia ada di perumnas II sekarang. Katanya Nia dia menangis, lukanya besar. Tadi mama memang sudah feelingnya gak enak pas dia mau ke perumnas II" Mama mencoba menjelaskan.
"Yah, kalau mama sudah mulai feeling-feelingan, mending gak usah izinin dia pergi-pergi. Dia ngapain ke perumnas II?"
"Ya mama pikirnya dia kan mau antar beras untuk dikasih ke orang. Tapi namanya juga gak pernah kerja, gak pernah disuruh-suruh, pas sekali disuruh antar beras 40 kg langsung kayak gini"
 "Oh jadi ini dia jatuh? Bukan ditabrak? Coba telephone papa, bagaimana keadaannya" Pintaku untuk memastikan.

Beberapa saat kemudian telephone akhirnya tersambung. Mama hanya berbicara singkat sekali dengan papa. Sejauh yang aku dengar, Annafi kemudian dilarikan ke RS. Dian Harapan.
Aku sempat bertanya-tanya mengapa harus sampai dilarikan ke RS jika hanya sekedar jatuh?
"Ma, gimana?"
"Papa bilang Annafi kakinya luka. Ya dia masih nangis-nangis disana"
"Ada patah tulang gak?"
"Papa tidak kasih tau. Semoga tidak"
"Kepalanya luka tidak?"
"Kepalanya tidak luka"
Well, fraktur belum bisa dipastikan, area cranial tidak mengalami trauma, dan korban menangis, it means GCS 15 dan kesadaran pasien kompos mentis.
"Mama takut sekali dia kenapa-kenapa. Kan ada yang orang kecelakaan sampai harus di ambil daging dari bagian lain untuk tutupi area yang luka"
"Ah gak lah ma, parah sekali kalau kayak gitu. Mama gak usah khawatir, gak usah pikir macam-macam. Yang penting kepalanya tidak terbentur dan tadi dia menangis. Kalau yang sudah bahaya itu seandainya dia tidak sadarkan diri. Tapi kan tadi dia nangis, jadi kayaknya aman sih. Cuma memang harus lihat keadaanya dulu secara langsung untuk memastikan"

Akhirnya aku memutuskan untuk izin telat dulu dari kegiatan kampus dan mengecek keadaan Annafi.
Setelah sampai di RS, seorang perawat kemudian menunjukkan ruangan UGD tempat Annafi diobati.
"Dek, disuruh rontgent gak?"
"Tidak kak"
"Berarti cuma dibersihkan saja lukanya?"
"Iya, begini saja"
Setelah aku cek, alhamdulillah no frakture. Dia tidak parah. Hanya saja memang stratum korneumnya mengalami trauma akibat gesekan dengan aspal di regio cruris anterior dan dorsum pedis.
Sebenarnya yang seperti ini juga bisa dibersihkan dirumah. Di UGD juga hanya diberikan larutan NaCl sebagai antiseptik. Tapi memang di regio inguinale dan retinaculum musculorum flexorumnya bengkak. Tapi sebenarnya tidak berbahaya. Jadi aku memutuskan untuk segera pergi ke kampus.

Ketika pulang mama kemudian bercerita. Annafi ketika keluar dari ruang UGD digendong sama papa. Aku tentu saja terheran-heran. Sudah SMA kelas 1 tapi digendong?
"Maksudnya digendong bagaimana?"
"Ya digendong, di depan gitu"
"Kayak model tuan putri yang pingsang terus digendong pangeran gitu, ma?"
"Ya, seperti itulah"
"Hah.. serius??? Dia itu gak kenapa-kenapa. Kakinya cuma yang kiri saja yang luka. Itupun masih bisa untuk jalan. Kok sampai harus digendong kayak tuan putri gitu sih?" Aku merasa geli, merasa terlalu brlebihan juga.
"Dokternya juga sampai heran. Makanya papa ditanya, ngapain anaknya digendong"
"Terus papa jawab apa?"
"Ya, papa cuma diam aja"
"Ya iyalah, dokternya kan juga tau, anak itu pasti bisa jalan dan gak perlu banget sampai digendong. Memangnya dia gak malu ya?"
"Tidak kok, Annafi digendong santai-santai saja. Mungkin dia malah senang. Padahal saat itu banyak sekali yang lihatin dia"
Dokter yang bertugas diruang UGD kemudian berkata, "Nanti 5 atau 10 tahun lagi gantian kamu yang gendong papamu" Dari cerita mama, aku kemudian speechless.

Entah aku seperti tidak percaya dengan 'kelebayan' yang sedang diceritakan padaku. Tetapi sebenarnya saat itu aku sangat terharu. Ya, aku terharu mulai dari bagaimana papa dengan sangat cepat dan terburu-buru menuju ke Annafi ketika mengetahui dia jatuh. Kemudian saat digendong dari ruang UGD? Luar biasa sekali papa sayangnya ke kamu dek. Memangnya ada bapak lain yang anaknya kaki sebelahnya luka terus digendong gitu? Jika anak kecil oke, it's usual. Tapi ini kamu sudah SMA, dan kamu keadaannya bisa jalan seperti biasa! Kamu harus sayang sama papa dek, beliau sayang banget sama kamu. Papa juga bilang, saat tau kamu jatuh, hatinya papa sakit sekali. Aku bisa melihat kejujuran ketika papa mengutarakan hal itu.

Mungkin papa tidak pernah bilang kalau dia sayang sekali sama kamu. Mungkin tidak seperti mama yang cinta dan kasih sayangnya jauh lebih kelihatan. Tetapi coba untuk peka, ternyata ada sangat banyak hal yang seringkali kita lupakan, atau mungkin tidak kita sadari, hal-hal kecil yang diperjuangkan oleh papa untuk kita. Mungkin kita selama ini lebih pay attention ke mama, merasa mama lebih sayang. Tapi ternyata kasih sayang papa juga besar untuk kita. Hanya saja, papa memberikan kasih sayang dengan cara yang tidak biasa, cara yang berbeda dari cara mama.

0 comments: